Saturday, April 11, 2015

Teknik-teknik Mengelola Kelas dengan Efektif

BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan hal yang paling penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan awal  dari kemajuan bangsa, budaya dan teknologi. Setiap manusia butuh pendidikan untuk mencapai cita-citanya dan memperoleh kehidupan yang lebih baik. Pendidikan bukan hanya proses belajar atau transfer ilmu. Pendidikan juga buka sekedar mencatat apa yang diketahui kedalam sebuah buku.
Pendidikan pada dasarnya adalah proses perubahan tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaraan sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.[1]
Dalam system pendidikan, dibutuhkanlah seorang guru yang mengajarkan materi pelajaran. Namun tugas guru bukan hanya sekedar menyampaikan materi tanpa memperhatikan keadaan siswanya atau tempat proses belajar berlangsung. Dalam hal ini maka guru harus terampil dalam mengelola kelas, guna tercapainya tujuan pembelajaran tanpa adanya hambatan dalam proses pembelajaran.
Keterampilan mengelola kelas bukan hanya sekedar cara guru dalam memberikan penjelasan, membagi perhatian, memberikan penguatan, memberikan, memusatkan perhatian, dll. Dalam hal mengelola kelas, guru juga diwajibkan untuk terampil dalam mengatur ruangan kelas agar berdampak positif untuk kegiatan proses belajar mengajar. Oleh sebab itu pada makalah ini perlu dibahas “teknik-teknik mengelola kelas dengan efektif”.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kelas dikelola dengan pola “semua keperluan”.
“Kelas merupakan taman belajar bagi peserta didik dan menjadi tempat mereka, bertumbuh dan berkembang baik secara fisik, intelektual maupun emosional.” (Ahmad 1995:14). Oleh karena itu kelas harus dikelola sedemikian rupa sehingga benar-benar merupakan taman belajar yang menyenangkan.
Kelas yang baik merupakan kelas yang sengaja di setting untuk dapat melayani semua keperluan atau kebutuhan dari pengguna kelas. Kelas yang baik banyak dijumpai di Negara-negara yang telah berkembang. Kelas dibuat seolah “swalayan” yang di dalamnya terdapat semua keperluan untuk guru dan murid. Kelas seperti ini menjadi idaman bagi para peserta didik, karena mereka merasa seperti dimanjakan untuk mendapat pendidikan. Jika dilihat dari segi pelayanan, maka kelas seperti ini yang paing ideal. Namun tidak semua Negara menerapkan kelas seperti diatas. India salah satu Negara yang menganut paham bahwa kelas merupakan penyelenggaraan pendidikan atau tempat terjadinya proses pendidikan, sehingga tidak semua kepentingan guru dan murid harus ada di dalam kelas.
B.     Pencahayaan dan kebisingan
Pencahayaan dan kebisingan merupakan hal penting yang seharusnya tak patut untuk diabaikan. Namun di zaman sekarang, kedua aspek ini sering diabaikan oleh pengelola kelas dalam memilih lokasi dan menata kelas   sebagai tempat belajar. Banyak lembaga pendidikan yang kurang peduli tentang pentingnya pencahayaan dalam proses belajar. Selain aspek cahaya, ada juga aspek sirkulasi yang kurang diperhatikan. Akibatnya para siswa yang belajar merasa cepat lelah karena pengaruh dari sirkulasi yang kurang baik dan penglihatan yang dipaksakan dapat membuat mata lelah.
Hambatan seperti ini banyak sekali terjadi di kota-kota besar, sehingga tak heran jika melihat pelajar begitu capek seusai pelajaran. Hal ini dapat membuat konsentrasi belajar murid jadi terganggu. Kelelahan ini akan semakin menjadi-jadi jika beban pelajaran tidak sebanding dengan kemampuan tubuh murid untuk menerima tekanan akibat ketidak efektifan lingkungan.[2]
C.     Tata letak pengaturan kursi
Pengaturan bangku mempunyai peranan penting dalam konsentrasi belajar siswa. Pengaturan bangku dapat dilakukan secara fleksibel dengan memosisikan sedemikian rupa, sesuai dengan kebutuhan pengajaran yang efektif dan efisien. Hal ini dilakukan agar semua siswa mampu menangkap pelajran yang diberikan dengan merata, seksama, menarik, tidak monoton, dan mempunyai sudut pandang bervariasi terhadap pelajaran yang tengah dikuti.
Sebagaimana diketahui kemampuan siswa tidak sama. Ada yang cepat untuk menagkap materi dan ada yang agak lambat, bahkan ada yang sangat lambat. Oleh Karena itu, perlu ada sebuah strategi jitu untuk menyeimbangkan masalah ini. Salah satu strategi yang bisa dilakukan adalah dengan mengatur kapan siswa bekerja secara perorangan, kelompok, berpasangan atau klasikal.
Dalam mengatur tempat duduk yang paling penting adalah memungkinkan terjadinya tatap muka, dengan demikian guru dapat mengonrol tingkah laku siswa Pengaturan tempat duduk akan mempengaruhi kelancaran pengaturan proses pembelajaran.
Pengaturan bangku tersebut dapat dilakukan untuk memenuhi empat tujuan pembelajaran, yakni aksebilitas yang membuat siswa mudah menjangkau alat atau sumber belajar yang tersedia, mobilitas yang membuat siswa dan guru mudah bergerak dari satu bagian ke bagian lain dalam kelas, interaksi yang memudahkan terjadinya komunikasi antar guru, siswa, maupun antar siswa, dan variasi kerja siswa yang memungkinkan siswa bekerja sama secara perorangan, berpasangan, atau berkelompok.[3]
Pengaturan bangku kelas tentu menjadi alternatif menarik bagi terciptanya konsep edukasi dalam pembelajaran. Dengan variasi tempat duduk sesuai dengan tujuan pembelajaran dan dinamisnya gerak siswa dan guru dalam ruangan kelas, tentu saja siswa akan merasakan kenyamanan, sehingga ia akan mudah menyerap pembelajaran dengan baik.
Dalam hal pengaturan bangku, guru sebaiknya menggunakan penyususnan kursi yang tidak membedakan siswa. Dalam beberapa kasus, guru canderung untuk menempatkan siswa berprestasi tinggi lebih dekat dengan guru dan memberikan mereka lebih banyak kontak. Penelitian mengemukakan bahwa ketika siswa dengan kemampuan rendah pindah ke depan, prestasi mereka membaik lebih dari siswa yang berkemampuan rendah yang tetap duduk di depan. Menariknya, siswa yang berprestasi tinggi tidak bermasalah ketika mereka pindah lebih jauh dari guru. Sama halnya dengan keterlibatan siswa lebih tersebat ketika siswa berprestasi rendah duduk selang seling dengan siswa berprestasi tinggi.[4]
Jarak anara kursi satu dengan kursi lainnya untuk siswa tidak memiliki aturan baku. Hanya saja dalam konsep psikologi seseorang memiliki wilayah pribadi. Beberapa peneiian yang dilakukan Morgan ditemukan bahwa orang merasa aman jika wilayah sekitarnya memiliki jarak lingkar sekiar 0,5 s/d 1m, apabila lebih dari itu mereka akan merasa diasingkan dari lingkungannya.[5]
Oleh sebab itu tempat belajar paling ieal bagi siswa ialah apabila tempat duduk mereka dapat dengan mudah dipindahkan sesuai kebutuhan. Beberapa pengaturan tempat duduk di antaranya:[6]
1.      Berbaris berjajar
2.      Pengelompokan yang terdiri atas 8 sampai 10 orang.
3.      Setengah lingkaran.
4.      Berbentuk lingkaran.
5.      Indiiviual yang biasanya terlihat di ruang baca, perpustakaan, atau ruang pratikum.
6.      Adanya dan tersediannya ruangan yang sifatnya bebas di kelas di samping bangku dan tempat duduk yang diatur.
D.    Dinding dan papan tulis
Dinding merupakan pajangan pesan yang setiap hari bisa diubah, diganti sesuai pesan yang ingin disampaikan. Apabila tiap hari pada dinding sekolah dipasang satu pembendaharaan kata atau pesan moral, murid dapat dbelajar banyak dari yang sedikit, cara yang mudah dan harga murah.[7] Dinding kelas mempunyai menyediakan area untuk menampilkan pekerjaan siswa, material yang relevan dengan mata pelajaran, dan lain-lain. Dengan pertimbangan pada saat di kelas setidaknya memiliki display untuk dinding:
1.    Peta Indonesia/ dunia
2.    Kalender
3.    Arti sila-sila
4.    Materi mata pelajaran/ kuliah
Namun hal yang lebih penting adalah warna dinding, karena tanpa disadari warna dinding memberikan banyak pengaruh dalam proses pembelajaran. Apabila warna dinding terlalu mencolok seperti warna merah maka akan mengganggu proses pembelajaran dari segi penglihatan dan psikologi.
Banyak penelitian yang menyatakan bahwa warna ini mempengaruhi kondisi psikologis dari orang yang berada di ruangan tersebut. Untuk kelas belajar sangat disarankan warna yang dipilih adalah lembut, bukan cerah atau gelap.
Sedangkan papan tulis harus cukup besar dan permukaan dasarnya harus rata. Warna dasar papan tulis yang mulai menipis atau belang harus segera di cat ulang atau dibersihkan. Papan tulis harus ditempatkan di depan dancukup cahaya. Penempatannya tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah, sehingga peserta didik yang duduk dibelakang masih melihat atau membaca tulisan yang paling bawah.
Papan bulletin sangat penting bagi display kelas seperti memajang beberapa hasil kerja siswa. Ia akan menjadi semacam wadah atau tempaat untuk menuangkan banyak ide. Jika dirancang dengan baik, papan bulletin bisa menjadi sarana motivasi dan cara pembelajaran efektif. Dengan papan bulletin, dinding kelas akan terjaga kebersihannya sebab isi dari papan bulletin tidak menempel langsung pada dinding sehingga tidak merusak cat.[8]
E.     Lantai ruang
Lantai ruangan sebenarnya tidak terkait langsung dengan proses belajar, namun kenyamanan bisa tercipta karena warna lantai. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa warna lantai akan berpengaruh terhadap proses belajar apabila kursi yang digunakan seperti model kursi perkuliahan. Akan tetapi jika tempat duduk menggunakan meja yang terpisah maka tidak terlalu berpengaruh. Dalam pemilihan warna lantai akan lebih baik jika memilih warna yang lebih soft sehingga tidak mengganggu pandangan.
Setelah kita memahami kelas sebagai tempat proses belajar, persoalan lebih lanjut ialah bagaimana mengelola kelas agar di dalamnya terjadi proses pembelajaran. Dalam proses pendidikan diperlukan beberapa model dalam pengelolaannya yaitu:[9]
1.         Model interaksi social yaitu model pembelajaran yang menekankan hubungan antar peserta didik, guru dengan peserta didik, dan peserta didik dengan alam sekitar. Metode belajar yang paling utama adalah problem solving, simulasi, diskusi, dll.
2.         Model pembelajaran alam sekitar yaitu model pembelajaran yang menekankan pada peserta didik dalam mempelajari sesuatu harus melihat langsung, merasakan, atau mendengarkan langsung. Setidaknya bahan pelajaran dapat dirasakan dikehidupan sehari-hari.
3.         Model pembelajaran pusat perhatian yaitu model menekankan bahwa peserta didik harus dibentuk secara individu atau anggota masyarakat agar dapat terjun langsung di masyarakat.  Oleh karena itu, peserta didik harus mengenal dirinya terlebih dahulu.
4.         Model pembelajaran sekolah kerja berprinsip bahwa pendidikan tidak hanya untuk kepentingan individu, tetapi demi kepentingan masyarakat.
5.         Model pembelajaran individual didesain agar peserta didik belajar mandiri.
6.         Model pembelajaran klasikal merupakan model yang dikenal paling efisien karena seorang guru melakukan dua kegiatan sekaligus, yaitu mengelola kelas dan memngelola pembelajaran.
F.      Hambatan mengelola kelas
Dalam pelaksanaan manajemen kelas akan ditemui berbagai factor penghambat. Hambatan tersebut bisa dating dari guru sendiri, peserta didik, lingkungan keluarga ataupun karena  factor fasilitas. Hampir semua pendidik ingin kelas yang dipegangnya lancar dan tidak ada hambatan. Namun terkadang hambatan itu datang dari diri guru sendiri. Berikut 6 indikator hambatan yang berasal dari dari guru itu sendiri:[10]
1.      Kontrol dan batasan terhadap siswa sangat ketat, atau malah sangat longgar. Guru tidak tegas dalam menjalankan peraturan kelas. Cenderung menjadi teman bagi siswa, permisif atau serba boleh atau sama sekali tidak mau terlibat dengan siswa.
2.      Tempat duduk siswa terlalu monoton tidak ada variasi. Hal ini menimbulkan kejenuhan terhadap siswa, apalagi jika siswa mendapatkan tempat duduk yang kurang nyaman baginya. Sebaiknya guru sesekali memvariasikan tempat duduk siswa untuk merubah suasana agar siswa kembali semangat dan tidak jenuh.
3.      Siswa melanggar aturan langsung dihukum saat itu, dan guru tidak  mau mendengar penjelasan siswa, keputusan semua berasal dari guru. Siswa mengalami kekurangan motivasi karena aspirasinya tidak didengar.
4.      Seorang guru yang professional dituntut untuk bersikap hangat, adil, objektif an fleksibel sehingga terbina suasana emosional yang menyenangkan dalam proses pembelajaran. Sikap yang bertentangan dengan kepribadian tersebut akan menimbulkan masalah pengelolaan kelas.
5.      Terbatasnya kemampuan guru tentang masalah pengelolaan.
6.      Terbatasnya kesempatan guru untuk memahami tingkah laku peserta dan latar belakangnya dapat disebabkan karena kurangnya usaha guru untuk dengan sengaja memahami peserta didik dan latar belakangnya
7.      Tipe guru yang otoriter dan kurang demokratis akan menumbuhkan sikap pasif pada siswa. Komunikasi hanya satu arah dan kelas dianggap baik apabila keadaan kelas sunyi dan tidak ada reaksi dari siswa. Saat guru menjelaskan, siswa hanya mendengarkan karena guru tidak mau di interupsi sehingga tidak terjalin komunikasi antara guru dan siswa.
8.      Tidak ada minat dan perhatian terhadap siswa, dan terlalu memperhatikan emosi siswa dari pada kesuksesannya dalam mengelola kelas. Guru tidak menerapkan disiplin kepada siswa dan hanya memperhatikan siswa jika mereka berbuat negative. Guru tidak memberi penghargaan bagi siswa yang berbuat positif.
9.      Tidak kreatif, menggunakan metode yang sama setiap tahun, tidak ada variasi dan inovasi serta tidak ada persiapan  guru untuk mengajar.











BAB III
PENUTUP
Kelas yang baik merupakan kelas yang sengaja di setting untuk dapat melayani semua keperluan atau kebutuhan dari pengguna kelas. Sehingga apa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berada di dalamnya dapat terpenuhi. Kelas yang baik juga sangat memperhatikan pencahayaan. Pencahayaan ruangan harus cukup serta tidak ada kebisingan. Karena cahaya yang kurang dan kebisingan apat mengganggu proses belajar.
Dalam mengatur tempat duduk yang paling penting adalah memungkinkan terjadinya tatap muka, dengan demikian guru dapat mengonrol tingkah laku siswa Pengaturan tempat duduk akan mempengaruhi kelancaran pengaturan proses pembelajaran. Guru juga dapat mengatur tempat duduk siswanya, dan mengubahnya jika diperlukan sesuai dengan kebutuhan agar tidak timbul kebosanan pada siswa. Sedangkan untuk dinding dan lantai ruangan sangat disarankan warna yang dipilih adalah lembut, bukan cerah atau gelap.
Dalam mengelola kelas terdapat banyak hambatan yang sebenarnya berasal dari guru itu sendiri yaitu :
1.         Kontrol dan batasan terhadap siswa sangat ketat, atau malah sangat longgar.
2.         Tempat duduk siswa terlalu monoton tidak ada variasi.
3.         Guru tidak  mau mendengar penjelasan siswa.
4.         Guru tidak bersikap hangat, adil, objektif dan fleksibel.
5.         Terbatasnya kemampuan guru tentang masalah pengelolaan.
6.         Terbatasnya kesempatan guru untuk memahami tingkah laku peserta dan latar belakangnya.
7.         Tipe guru yang otoriter dan kurang.
8.         Tidak ada minat dan perhatian terhadap siswa
9.         Tidak kreatif.

DAFTAR PUSTAKA
Chatib, Munif, Kelasnya Manusia: Memaksimalkan Fungsi Otak Belajar dengan Manajemen Display Kelas, Kaifa
Fathurrohman,Pupuh, Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami
Jones, Vern, Manajemen Kelas Komprehensif, (Jakarta: Kencana Prenada, 2012)
Mudasir, Manajemen Kelas, (Pekanbaru: Zanafa Publishing, 2011)
Umar, Bukhari, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010),
Yamin, Martinis, Manajemen Pembelajaran Kelas: Strategi Meningkatkan Mutu Pembelajaran, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2012)
http://liria1200183.blogspot.com/2013/06/makalah-manajemen-peserta-didik.html



[1] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 27
[2] Mudasir, Manajemen Kelas, (Pekanbaru: Zanafa Publishing, 2011), h. 145
[3] http://liria1200183.blogspot.com/2013/06/makalah-manajemen-peserta-didik.html
[4] Jones, Vern, Manajemen Kelas Komprehensif, (Jakarta: Kencana Prenada, 2012), h. 217
[5] Mudasir, opcit, h. 146
[6] Martinis Yamin, Manajemen Pembelajaran Kelas: Strategi Meningkatkan Mutu Pembelajaran, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2012), h. 41
[7]Pupuh Fathurrohman, Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami,
[8] Munif Chatib, Kelasnya Manusia: Memaksimalkan Fungsi Otak Belajar dengan Manajemen Display Kelas, Kaifa, h. 80
[9] Mudasir, opcit, h. 149-150
[10] Mudasir, opcit, h.153

No comments: