Saturday, April 11, 2015

Pendidikan Nilai dan Moral

PENDIDIKAN NILAI DAN MORAL
Oleh : Fitria Rosdiana dan Kuni Kholifah
A. Latar Belakang
Pendidikan bertujuan bukan hanya membentuk manusia yang cerdas otaknya dan terampil dalam melaksanakan tugas, namun diharapkan menghasilkan manusia yang memiliki moral, sehingga menghasilkan warga negara yang baik. Hal ini sesuai dalam UU RI No. 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), Bab II Pasal 4, dijelaskan bahwa: “Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab.
Pada kennyataannya, pendidikan di Indonesia berjalan jauh dari harapan yang ada. Pendidikan yang diharapkan dapat membangun karakter bangsa tak mengubah segalanya. Bahkan tak jarang terdengar peserta didik terlibat kasus pembunuhan, perampokan, geng motor, narkoba, tawuran dll. Semestinya ini tak terjadi karena nasib suatu bangsa ditentukan dari generasi saat ini.
Gejala kemerosotan nilai-nilai akhlak dan moral dikalangan masyarakat sudah mulai luntur dan meresahkan. Sikap tenggang rasa, cinta damai, tolong menolong, ramah tamah, kejujuran, saling menyayangi hanyalah kata-kata semata. Sudah menjadi rahasia umum timbulnya kemerosotan nilai dan moral generasi muda atau pelajar dikarenakan mereka tidak mengenal agama, tidak diberikan pengertian agama, tidak memiliki contoh yang pantas ditiru. Jika keadaan seperti diatas dibiarkan terus menerus maka mutu pendidikan masih dipertanyakan.
Pendidikan nilai dan moral bukan hal asing ditelinga kita. Namun dampak dan aplikasi dari pendidikan nilai dan moral sampai saat ini belum dirasakan secara jelas. Padahal tujuan pendidikan mengandung unsur pendidikan nilai dan moral. Semakin banyaknya sekolah berbasis Islam tak menjamin pendidikan nilai dan moral dapat berjalan dengan baik. Oleh sebab itu, perlu kiranya  membahas tentang “Pendidikan Nilai dan Moral”.
B.      Pengertian Nilai dan Moral
Nilai atau value (bahasa Inggris) atau Valere (bahasa Latin) berarti berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, dan kuat. Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dihargai, dan dapat menjadi objek kepentingan.[1]
Nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, dan indah untuk memperkaya batin dan menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi untuk mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Nilai juga dapat diartikan sebagai standar tingkah laku, dan kebenaran yang mengikat masyarakat manusia, sehingga menjadi kepatutan untuk dijalankan dan dipertahankan. Oleh karna itulah nilai pada dasarnya standar perilaku, ukuran yang menentukan atau kriteria seseorang hingga standar itu yang akan mewarnai perilaku seseorang.[2] Gulo menyimpulkan tentang nilai sebagai berikut:[3]
a.       Nilai tidak bisa diajarkan tetapi diketahui dari penampilannya.
b.       Pengembangan dominan afektif pada nilai tidak bisa dipisahkan dari aspek kognitif dan psikomotorik.
c.       Masalah nilai adalah masalah emosional dan karena itu dapat berubah, berkembang, sehingga bisa dibina.
d.      Perkembangan nilai atau moral tidak terjadi sekaligus, tetapi melalui tahap tertentu.
Menurut Richard Eyre dan Linda nilai yang benar dan diterima secara universal adalah nilai yang menghasilkan suatu perilaku dan perilaku itu berdampak positif baik bagi yang menjalankan maupun orang lain. Inilah prinsip yang memungkinkan tercapainya ketentraman atau tercegahnya kerugian atau kesusahan.
Jadi nilai merupakan sesuatu yang penting sehingga bisa menghasilkan perilaku yang berdampak positif nagi dirinya dan masyarakat. Ukuran yang menjadikan nilai tersebuut berarti adalah lingkungan/masyarakat setempat. Dan apabila nilai itu berdampak baik maka akan terus dipertahankan sehingga manusia memiliki patokan dalam melakukan sesuatu secara universal.
Perkataan moral berasal dari bahasa Latin mores, jamak kata mos yang berarti adat kebiasaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut di atas, moral artinya ajaran tentang baik-buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, budi pekerti, akhlak. Moral adalah istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas suatu sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang layak dikatakan benar, salah, baik, buruk.[4]
Dalam Ensiklopedi Pendidikan, sesuai dengan makna aslinya dalam bahasa latin (mos), adat istiadat menjadi dasar untuk menentukan apakah perbuatan seseorang baik atau buruk. Oleh karena itu pula untuk mengukur tingkah laku manusia, baik atau buruk, dapat dilihat apakah perbuatan itu sesuai dengan adat istiadat yang umum diterima halnya, maka dapat dikatakan, baik atau buruk suatu perbuatan moral, bersifat local.[5]
Ya’kub menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan moral ialah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia mana baik dan wajar. Jadi sesuai dengan ukuran tindakan-tindakan yang oleh umum diterima, yang meliputi kesatuan social lingkungan tertentu.[6]
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu tolak ukur dari etika yang dimiliki seseorang dalam kehidupannya atau suatu konsep yang dianggap sangat penting dalam     kehidupan seseorang dan dengan konsep itu seseorang dapat dipandang baik secara personal maupun dalam masyarakat bahkan menjadi kekuatan dalam melahirkan tingkah laku. Sedangkan moral adalah prinsip baik buruk dalam masyarakat yang dianggap wajar atau tidak sehingga seseorang bisa berinteraksi dengan orang lain sehingga moral berbentuk sesuatu yang ditampilkan kepada orang lain.                                                                 
C.      Pendidikan Nilai dan Moral
Pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan untuk mendidik manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang serta memiliki potensi atau kemampuan sebagaimana mestinya. Pendidikan nilai pada dasarnya adalah proses penanaman nilai kepada peserta didik yang diharapkan oleh karenanya siswa dapat berperilaku sesuai dengan pandangn yang dianggapnya baik dan tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
Pendidikan nilai bagi anak merupakan hal yang sangat penting. Hal ini dikarenakan pengaruh era globalisasi yang banyak memberikan efek negative. Pertukaran dan pengikisan nilai-nilai suatu masyarakat dewasa ini akan mungkin terjadi secara terbuka. Bukan rahasia umum nilai-nilai yang dianggap baik oleh suatu kelompok masyarakat bukan tak mungkin akan menjadi luntur digantikan oleh nilai-nilai baru yang belum tentu cocok dengan budaya masyarakat.[7]
Nilai bagi seseorang tidaklah statis, akan tetapi selalu berubah. Seseorang menganggap sesuatu baik berdasarkan pandangannya saat itu. Maka perlunya peran orang tua, guru, dan masyarakat dalam membina dan mengarahkan nilai yang baik kepada peserta didik. Apabila seseorang mengnggap nilai agama paling baik, maka ia akan menerapkan nilai agama dan sikap yang dilakukan akan sesuai dengan nilai agama yang diyakininya. Artinya sikap seseorang merupakan cerminan dari nilai yang menurutnya baik, dan sikap orang itu mengendalikan kegiatannya sehari-hari.
Pendidikan nilai bukan hanya berurusan dengan penanaman nilai bagi peserta didik, namun merupakan sebuah usaha bersama untuk menciptakaan sebuah lingkungan pendidikan yang disana setiap individu dapat menghayati kebebasannnya sebagai sebuah prasyarat bagi kehidupan moral dewasa. Pendidikan nilai lebih kepada menciptakan kultur kehidupann yang mendukung pertumbuhan individunya secara autentik.[8]
Dalam praktek kehidupan, nilai yang diperlukan oleh manusia seperti nilai amanah, kesabaran, kemanusiaan, etos kerja, disiplin, dll. Oleh karena itu Islam menekankan perlunya nilai-nilai tersebut terus dibangun pada diri seseorang sebagai jalan menuju terbentuknya pribadi yang tauhid. Dalam menjabarkan konsep nilai sebagai bagian dan pengembangan kurikulum pendidikan Islam yaitu:[9]
1.       Nilai yang banyak disebutkan secara eksplisit dalam Alquran dan hadist yang semuanya terangkum dalam ajaran akhlak yang meliputi akhlak dalam hubungannya dengan Allah, diri sendiri, sesama manusia, alam dan makhluk lainnya.
2.       Nilai yang diakui dan dibutuhkan oleh seluruh ummat manusia karena hakekatnya sesuai dengan fitrah manusia seperti cinta damai, ,menghargai hak asasi manusia, keadilan, demokrasi, kepedulian social, dan kemanusiaan.
Dari penjelasan di atas, berarti pendidikan nilai tidak terbatas menjadi tanggung jawab pendidikan agama sebagai sebuah bidang studi, tetapi terintegrasi dalam seluruh bidang-bidang studi lain. Misalnya dalam mengajarkan biologi dalam pendidikan harus mengantarkan peserta didik pada keimanan kepada Allah. Implikasinya, guru bidang studi non agama dalam system pendidikan juga harus memiliki komitmen terhadap pendidikan keimanan dan nilai-nilai lain yang terkait dengan bidang-bidang studi tertentu. Hal ini didasarkan asumsi bahwa menurut pandangan Islam tidak ada ilmu yang bebas nilai.
Nilai merupakan isi pendidikan yang sangat penting dalam pendidikan, dimana dalam praktik pendidikan banyak menghadapi kendala, antara lain:[10]
a.       Pandangan hidup pragmatis
          Pendidikan nilai menekankan pentingnya proses penyadaran bahwa manusia membutuhkan nilai untuk kualitas spiritualnya. Kalau nilai-nilai tersebut berkaitan dengan masalah praktis dan secara riil berdampak keuntungan materil, mungkin tidak terlalu sulit untuk menyadarkan peserta didik. Misalnya eros kerja sebagai nilai, mudah dirasakan manfaatnya karena secara empiric dengan etos kerja akan meningkatkan perekonomian. Berbeda dengan nilai ikhlas  yang secara sempit sering diartikan tanpa pamrih. Dalam kehidupan masyarakat yang cenderung pragmatis ikhlas semacam itu dianggap tidak realistis karena tidak secara kontan dirasakan manfaatnya, bahkan sering dianggap merugikan kepentingan sesaat.
b.       Penghargaan sesaat
          Dalam lingkungan masyarakat yang tidak kondusif bagi suatu nilai, maka yang menjadi kendala bagi pendidikan nilai tersebut. Misalnya kejujuran, semua orang tahu bahwa kejujuran itu penting, tetapi kalau kenyataannya dalam kehidupan masyarakat banyak orang jujur yang justru kurang beruntung dan kurang mendapat penghargaan, maka nilai kejujuran akan pudar. Maraknya korupsi, sogok-menyogok dan pencurian merupakan contoh riil pudarnya kejujuran.
c.       Penyempitan makna ganda
          Pada dasarnya pendidikan agama adalah pendidikan nilai karena esensi agama adalah system nilai. Tetapi ketika makna agama dipahami dan dihayati secara sempit menjadi batas ibadah ritual. Penyempitan makna agama ini bisan muncul karena pemahaman yang tidak sejalan dengan tuntutan ibadah dalam Islam. Dengan pola pemikiran yang hanya memandang agama sebagai ritual namun tidak menampilkan nilai-nilai keagamaan yang terkandung dalam Alquran dan hadist, maka agama akan kehilangan wibawa moralnya. Kalau agama sudah kehilangan wibawa moralnya, maka agama sebagai pilar pendidikan nilai dan moral akan roboh.
Sedangkan pendidikan moral melatih peserta didik membangkitkan nafsu-nafsu rubbubiyah (ketuhanan) dan menghilangkan nafsu syaithaniyah. Pada pendidikan moral, peserta didik dikenalkan atau dilatih mengenai perilaku yang mulia dan perilaku yang tercela.[11] Setelah mendapatkan pendidikan moral, diharapkan peserta didik memiliki dan menerapkan perilaku terpuji dan meninggalkan perilaku tercela.
Terminology pendidikan moral dalam beberapa tahun terakhir secara umum digunakan untuk menjelaskan penyelidikan isu-isu etika di ruang kelas dan sekolah. Setelah itu, nilai-nilai pendidikan menjadi lebih umum. Pengajaran etika dalam pendidikan moral lebih cenderung pada penyampaian nilai-nilai yang benar dan nilai-nilai yang salah.  Sedangkan penerapan nilai-nilai itu dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat tidak mendapat porsi yang memadai.[12]
Dalam pendidikan moral ada tiga tahapan strategi yang harus dilalui, yaitu:[13]
a.       Moral Knowing
          Tahap ini merupakan langkah pertama dalam pendidikan moral. Dalam tahap ini tujuan diorientasikan pada penguasaan pengetahuan tentang nilai-nilai. Peserta didik harus mampu membedakan nilai akhlak terpuji dan nilai tercela serta nilai-nilai universal. Sehingga memberikan pengetahuan anak lebih luas bukan hanya berdasarkan agamanya anamun berdasarkan lingkungan dan kenyataan. Peserta didik memahami secara logis dan rasional pentingnya akhlak mulia dan bahaya perbuatan tercela dalam kehidupan. Apabila peserta didik memahami secara logis, maka peserta didik tidak akan terpaksa menjalankan akhlak mulia, dan mereka merasa perlu menanamkannya dan mengamalkannya dalam kehidupan. Peserta didik mengenal sosok Nabi Muhammad SAW sebagai figure dari teladan akhlak mulia melalui alqur’an, hadist dan cerita perjalanan hidupnya.
b.       Moral Loving
          belajar mencintai dengan melayani orang tanpa syarat. Tahap ini dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa cinta dan rasa butuh terhadap nilai-nilai akhlak mulia. Dalam tahap ini yang menjadi sasaran guru adalah emosional peserta didik, hati atau jiwa bukan lagi akal, rasio dan logika. Guru menyentuh emosi peserta didik sehingga tumbuh kesadaran, keinginan dan kebutuhan sehingga peserta didik mau mempraktikkannya. Guru bisa memasukinya dengan kisah-kisah yang menyentuh hati. Dan diharapkan peserta didik mampu menilai dirinya sendiri dan sadar akan kekurangan dirinya sehingga mau memperbaiki kekurangannya.
c.       Moral Doing
          Puncaknya peserta didik mempraktikkan nilai-nilai akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga akan menjadi kebiasaan pada dirinya dan menjadi contoh buat orang disekitarnya.
D.      Pentingnya Pendidikan Nilai dan Moral
Kehidupan manusia di Era Globalisasi ini, sangat rentan dengan kehidupan manusia yang menghalalkan berbagai cara, manusia dikhawatirkan tidak lagi memilki nilai dan moral dalam kehidupannya, manusia terkurung oleh nafsu kehidupan duniawinya, dan lupa akan kelemahan dirinya sebagai mahluk ciptaan Allah SWT, untuk itulah sebagai upaya menyeimbangi ganasnya modernisasi, perlu penekanan kembali tentang pendidikan nilai dalam dunia pendidikan formal, in-formal dan non-formal.
Rohmat Mulyana menyimpulkan definisi pendidikan nilai yang mencakup keseluruhan aspek sebagai pengajaran atau bimbingan kepada peserta didik agar menyadari nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan, melaui proses pertimbangan nilai yang tepat dan pembiasaan bertindak yang konsisten. [14]
Berdasarkan uraian tersebut diatas bahwa pendidikan nilai merupakan suatu upaya pembelajaran kepada peserta didik, untuk memahami dan mengenal, menanamkan dan melestarikan, menyerap dan merealisasikan nilai-nilai luhur dalam kehidupan manusia, yang berhubungan dengan kebenaran, kebaikan, dan keindahan dalam pembiasaan bertindak yang konsisten dengan tuntutan nilai.
Kosasih Djahiri menyatakan bahwa : Keluarga dan kehidupannya tidak boleh disepelekan dan diabaikan. Padahal kecenderungannya sekarang akibat dorongan kebutuhan materiil yang kian memuncak banyak ibu dan bapak bekerja dan menyerahkan masalah hidup anaknya kepada “orang bayaran” (pengasuh dan pembantu). Sehingga hampir segala urusan pendidikan sepenuhnya diandalakan kepada sekolah. Dan celakanya disekolah masalah afektual, nilai moral hampir-hampir tidak tersentuh.[15]
Berdasarkan hal tersebut diatas, keluarga sebagai lingkungan yang pertama membentuk sifat, watak dan tabiat manusia, sudah sepantasnyalah memiliki peranan yang sangat besar dalam pelaksanaan pendidikan nilai terhadap anak. Orang tua memiliki suatu tanggung jawab bagaimana anak diarahkan pada hal-hal yang baik dan buruk sesuai dengan nilai dan moral masyarakat sebagai lingkunagan tempat tinggal kita, semua masyarakat memiliki adat atau norma kebisaan tersendiri, dan itu semua diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Sementara ini, apabila kenyataan dimasyarakat banyak peranan orang tua diserahkan dalam mendidik anak-anaknya ke orang lain atau para pembantu rumah tangga, sudah tentu anak-anak tersebut memiliki sikap atau tabiat yang akan jauh berbeda dengan tabiat orang tuanya, dan anak cenderung akan mengikuti apa yang ia lihat, yang menyenangkan dirinya tanpa didasari oleh baik buruk, benar salah, wajar tidak wajar, pantas tidak pantas, boleh tidak, semua itu akan dilabraknya.
Apabila kita mencermati tayangan-tayangan televisi, jarang sekali program acara yang mengajak atau memberikan gambaran tentang anak sholeh, adat sopan santun, nilai-nilai luhur bangsa. Saat ini tayangan televisi hampir semuanya mengarah kepada jenis hiburan yang sangat pulgar, atau cerita selebriti yang seronok dan jauh dari norma-norma agama,sedangkan itu semua suka dijadikan idola oleh para remaja. Wajar apabila sekarang ini nilai moral dan norma anak bangsa sudah luntur dari nilai-nilai luhur manusia Indonesia yang terkenal dengan adat sopan santun dan ramah tamahnya.
Dalam proses pendidikan nilai, tindakan pendidikan yang lebih spesifik dimaksudkan untuk mecapai tujuan yang lebih khusus. Seperti dikemukakan komite APEID (Asia and the Pasific programme of Educational Innovation for Development), pendidikan nilai secara khusus ditujukan untuk: (a) menerapkan pembentukan nilai kepada anak; (b) menghasilkan sikap yang mencerminkan nilai-nilai yang diinginkan; dan (c) membimbing perilaku yang konsisten dengan nilai-nilai tersebut. Dengan demikian tujuan pendidikan nilai meliputi tindakan mendidik yang berlangsung mulai dari usaha penyadaran nilai sampai pada perwujudan perilaku-perilaku yang bernilai. [16]
            Selanjutnya Kosasih Djahiri mengatakan bahwa dari berbagai gambaran terdahulu, dan terutama karakteristik dunia afektif yang “unik-abstrak-kejiwaan”, maka memang pembelajaran dunia ini bukanlah hal yang ringan. Sejumlah hambatan dan problema akan selalu hadir dalam proses pendidikan nilai, diantaranya ialah :[17]
1)      Kemahiran menentukan dan membuat media stimulus pendidikan nilai yang ampuh dan berkadar tinggi sehingga mampu mengundang “the instinctive participation” yang aktif-terbuka.
2)      Kemampuan membina proses pendidikan nilai yang serasi sehingga tidak timbul gejolak “over dan under active activities”.
3)      Upaya mencegah adanya gejolak “negative attitude” selama proses pembelajaran terhadap isi pesan bahan ajar.
4)      Memelihara suasana pengajaran yang selalu “gersang” (segar merangsang) sehingga tidak menciptakan kebosanan dan stagnasi.
5)      Menangkal/mengurangi hadirnya desonansi kognitif atau lainnya.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, bahwa proses pendidikan nilai tidak akan semulus apa yang diharapkan sesuai dengan tujuannya, akan tetapi banyak kendala yang akan muncul dalam proses tersebut baik itu dari factor dalam diri siswa, guru, lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah, situasi proses kegiatan belajar mengajar dan lain sebagainya. Hal ini harus diperhatikan betul-betul sehingga dapat menjembatani kondisi yang ada dengan bentuk pendidikan nilai yang diharapkan, kegunaan pengetahuan nilai dan cara penyelesaian masalahnya.
Pendidikan moral menjadi penting karena dengan pendidikan moral, anak mampu memiliki pertahanan diri dalam menghindari hal-hal negative yang mungkin terjadi dalam perjalanan hidupnya. Selain itu, yang terpenting pendidikan moral bagi anak adalah untuk menumbuhkan nilai-nilai moral yang baik pada diri anak, agar ia secara mandiri mampu memilah mana yang positif dan mana yang negative untuk dirinya. Tanpa perlu pengawasan dan bimbingan dari orang tua atau pihak lain dikemudian hari, anak diharapkan mampu menentukan segala tindakannya dalam batasan positif.[18]
Anak yang berkembang dengan nilai-nilai moral yang positif dalam dirinya, dapat diharapkan untuk terhindar dari kenakalan remaja, kriminalitas, juga menghindari narkoba. Untuk itu sebaiknya diketahui cara yang tepat dan efektif bagi anak dalam mempelajari perilaku moral.
Untuk membangun watak bangsa perlu gerakan pendidikan nilai. Asumsi yang digunakan adalah semua agama ketemu dalam missi yang sama yaitu menegakkan moralitas dalam kehidupan berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan. Implikasi dari asumsi ini adalah:
1.       Tidak ada pemisahan antara pendidikan agama dan pendidikan nilai/moral karena pendidikan nilai sejalan dengan pendidikan agama. Oleh karena itu pendidikan agama bertanggung jawab penuh dalam pendidikan nilai dan moral. Implikasinya tidak p[erlu dikembangkan rekayasa adanya pendidikan budi pekerti yang terlepas dari pendidikan agama karena akan mempersubur pemisahan agama  yang secara tidak disadari semakin dalam.
2.       Image baik dikalangan pelajar, orang tua, guru dan masyarakat bahwa nilai dn ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan harus ditumbuh kembangkan. Sehingga semua guru memiliki tanggung jawab mengajarkan nilai yang diintegrasikan dalam bidang studi masing-masing. Bahkan akan lebih berarti lagi apabila guru bidang studi lain merasa terlibat sebagai guru agama dalam aspek pendidikan nilai.
Penegakan hukum yang tegas dan adil terhadap pelanggaran nilai yang terjangkau hukum sangat membantu pendidikan nilai. Runtuhnya nilai-nilai moral bangsa saat ini banyak disebabkan tidak adanya tindakan hukum yang tegas dan adil. Sedangkan yang tak terjangkau. Oleh sebab itu pendidikan nilai dan moral tak hanya menjadi tanggung jawab dalam pendidikan formal. Tapi bekerja sama dengan masyarakat dalam menjalankan dan menerapkannya di lingkungan sekitar. Terutama orang tua selaku pendidik utama bagi anak, tidak hanya menyerahkan anak pada sekolah namun turut mengajarkan kepada anaknya di rumah. Sehingga anak menjadi terbiasa bukan hanya di sekolah, tapi di setiap tempat.
E.      Kesimpulan
Nilai adalah suatu tolak ukur dari etika yang dimiliki seseorang dalam kehidupannya atau suatu konsep yang dianggap sangat penting dalam          kehidupan seseorang dan dengan konsep itu seseorang dapat dipandang baik secara personal maupun dalam masyarakat bahkan menjadi kekuatan dalam melahirkan tingkah laku. Sedangkan moral adalah prinsip baik buruk dalam masyarakat yang dianggap wajar atau tidak sehingga seseorang bisa berinteraksi dengan orang lain sehingga moral berbentuk sesuatu yang ditampilkan kepada orang lain.
Pendidikan nilai merupakan suatu upaya pembelajaran kepada peserta didik, untuk memahami dan mengenal, menanamkan dan melestarikan, menyerap dan merealisasikan nilai-nilai luhur dalam kehidupan manusia, yang berhubungan dengan kebenaran, kebaikan, dan keindahan dalam pembiasaan bertindak yang konsisten dengan tuntutan nilai.
Pendidikan nilai menjadi penting karena dengan pendidikan nilai maka akan terbentuk da terciptanya nilai-nilai luhur dalam hehidupan manusia yang berhubungan dengan kebenaran dan kebaikan sehingga akan menjadi kebiasaan dalam bertindak dan berjalan dengan konsisten. Melaui pendidikan nilai maka akan terciptanya moral yang baik sehingga kehidupan sesame manusia berjalan tentram dan damai.
Pendidikan moral adalah siatu upaya untuk memperkenalkan dan melatih peserta didik mengenai perilaku yang mulia dan perilaku yang tercela.  Setelah mendapatkan pendidikan moral, diharapkan peserta didik memiliki dan menerapkan perilaku terpuji dan meninggalkan perilaku tercela.
Pendidikan moral menjadi penting karena dengan pendidikan moral, anak mampu memiliki pertahanan diri dalam menghindari hal-hal negative yang mungkin terjadi dalam perjalanan hidupnya. Selain itu, yang terpenting pendidikan moral bagi anak adalah untuk menumbuhkan nilai-nilai moral yang baik pada diri anak, agar ia secara mandiri mampu memilah mana yang positif dan mana yang negative untuk dirinya. Tanpa perlu pengawasan dan bimbingan dari orang tua atau pihak lain dikemudian hari, anak diharapkan mampu menentukan segala tindakannya dalam batasan positif. Apabila pendidikan nilai dan moral sudah berjalan dengan baik, maka dengan sendirinya kasus-kasus yang meresahkan masyarakat akan hilang. Semua itu tak luput dari peran dan kerja sama antara orang tua, pendidik, dan masyarakat dalam menciptakan pendidikan nilai dan moral.








DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: Rosda Karya, 2012)
Drs. Heri Jauhari, Fikih Pendidiikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008)
Dian Ibung, Mengembangkan Nilai Moral pada Anak, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2009)
G. Tri Wardoyo, Melepas Panah, Melukis Pelangi: Rahasia Pendidikan Calon Pemimpin di Seminari, (Elex Media, 2008)
Kosasih Djahiri & Wahab, A. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral. (Jakarta : Projek Pendidikan Tenaga Akademik Dirjen Dikti, 1996)
Mulyana, Rohmat. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung : CV. Alfabeta,2004)
Prof. DR. Achmadi, Ideologi Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010)
Prof. DR. H. Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2006)
Prof. H. Mohammad Daud, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010)
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, (Jakarta: Bumi Aksara,2006)



[1] Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, (Jakarta: Bumi Aksara,2006), h. 29
[2] Prof. DR. H. Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2006), h. 274
[3] Ibid, h. 276          
[4] Prof. H. Mohammad Daud, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), h. 253
[5] Ibid, h. 254
[6] Abdul Majid, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: Rosda Karya, 2012), h. 8
[7] Prof. DR. H. Winaa Sanjaya, opcit, h. 276
[8] G. Tri Wardoyo, Melepas Panah, Melukis Pelangi: Rahasia Pendidikan Calon Pemimpin di Seminari, (Elex Media, 2008), h. 167
[9] Prof. DR. Achmadi, Ideologi Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 124
[10] Ibid, h. 125
[11] Drs. Heri Jauhari, Fikih Pendidiikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), h. 16
[12] Abdul Majid, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: Rosda Karya, 2012), h.. 8
[13] Ibid, h. 112
[14] Mulyana, Rohmat. 2004. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. (Bandung : CV. Alfabeta), h. 119
[15] Kosasih Djahiri & Wahab, A. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral. (Jakarta : Projek Pendidikan Tenaga Akademik Dirjen Dikti, 1996), h. 47
[16] Mulyana, Rohmat. Opcit, h. 120
[17] Kosasuh Djahiri & Wahab, opcit, h.48
[18] Dian Ibung, Mengembangkan Nilai Moral pada Anak, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2009), h. 9

No comments: