Monday, June 18, 2012

Nilai Sosial dan Pembangunan Masyarakat


BAB I
PENDAHULUAN
Pada mulanya jika mendengar istilah nilai, maka akan terbayang angka-angka yang diperoleh sebagai hasil dari suatu mata pelajaran tertentu. Nilai akan dianggap baik jika angka yang diperoleh dari hasil evaluasi belajar tinggi. Atau bisa digunakan sebagai tolak ukur untuk mengukur tinggi rendahnya hasil kerja. Dalam sosiologi nilai tidaklah sesederhana itu.  Jika dalam kehidupan sosial terdapat orang berperilaku menyimpang dari pandangan umum masyarakat tentang sesuatu yang dianggap baik tentu prilaku tersebut dinilai buruk.
Nilai merupakan kumpulan sikap perasaan ataupun anggapan terhadap suatu hal tentang baik buruk, benar salah, dll. Dalam konsep sosiologi, nilai-nilai tersebut mempengaruhi pembangunan masyarakat.
Pembangunan menuju tahap hidup yang lebih baik, kesehatan yang lebih baik, dan memperoleh pendidikian yang lebih banyak. Terutama harus ada undang-undang yang menetapkan suatu pendidikan, yang minimum, bagi orang-orang yang masih buta huruf. Lebih menekankan kepada yang harus di hadapi, dan sebagai suatu alat yang dilalui untuk mendapat kemajuan. Masyarakat harus dirangsang dan di bantu untuk maju dengan usaha-usaha dan inisiatif sendiri-sendiri.[1]
Hal ini yang perlu dibahas secara mendalam. Oleh karena itu penulis membuat makalah yang berjudul “Nilai-nilai Sosial dan Pembangunan Masyarakat”.

BAB II
PEMBAHASAN
A.            Definisi Nilai-Nilai
Menurut Horton dan Hunt, nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengalaman itu berarti atau tidak berarti. Nilai pada hakikatnya mengarahkan pada perilaku dan pertimbangan  seseorang, tetapi ia tidak menghakimi apakah sebuah perilaku tertentu itu salah atau benar.[2]
Nilai merupakan bagian terpenting dari kebudayaan. Suatu tindakan dianggap sah jika selaras dengan nilai yang disepakati dan dijunjung oleh masyarakat dimana tindakan tersebut dilakukan. Ketika nilai berlaku menyatakan bahwa kesopanan adalah sesuatu yang dijunjung tinggi, maka jika terdapat orang tidak sopan tentu dianggap sebagai bentuk penyimpangan.
Nilai sosial dapat didefinisikan sebagai suatu kesadaran plus emosi yang relatif lama hilangnya terhadap suatu objek, gagasan atau orang.[3] Nilai sebagai dasar untuk menyatukan bangsa yang majemuk. Dalam hal ini nilai adalah konsep-konsep umum tentang sesuatu yang dianggap baik, patut, layak, pantas yang keberadaannya dicita-citakan, diinginkan, dihayati dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi tujuan kehidupan bersama di dalam kelompok masyarakat tersebut, mulai dari unit kesatuan sosial terkecil hingga suku, bangsa, dan masyarakat internasional.[4]
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai adalah ciri sistem sebagai suatu keseluruhan, dan bukan merupakan sekedar salah satu bagian komponen belaka, yang mempunyai pengaruh tersendiri dalam kehidupan masyarakat tentang pantas, layak atau baik buruknya suatu tindakan.
B.             Tingkatan-tingakatan Nilai-nilai Sosial
Arnold Green telah membuat sebuah klasifikasi untuk memahami tingakatan nilai sosial. Tingkatan tersebut ditemukan didalam kepribadian seseorang yaitu :
1.              Perasaan (sentimen) yang abstrak
Pentingnya perasaan abstrak, timbul dari kenyataan bahwa perasaan tersebut dipakai sebagai suatu landasan bagi orang-orang untuk membuat kelompok. Perasaan itu juga merupakan alat-alat yang mudah dipakai oleh seorang individu atau kelompok dalam membenarkan atau mengesahkan sesuatu yang mereka ingin lakukan (tingkah laku).
Dalam kenyataannya, banyak perasaan abstrak yang sifatnya kontradiktif yaitu perasaan tersebut membenarkan suatu jenis tingkah laku menurut perasaan kedua. Kebanyakan manusia dengan cepat akan melihat kepada perasaan yang membenarkan kepentingan sendiri pada saat itu, tidak peduli apakah perasaan itu bertentangan atau tidak dengan pendirian yang sudah diambil sebelumnya. [5]
Pada umumnya konflik pada perasaaan abstrak manusia itu mengabaikan ketidak konsistennya, yang akan bisa menghancurkan kepribadian seseorang bisa memisah-misahkan jalan pikiran dan tingkah lakunya menjadi bagian-bagian yang kecil. Yang terakhir itu terjadi mungkin karena dua macam sebab, yaitu : tingkah laku seseorang pada saat itu sesuai dengan norma-norma kelompok masyarakat yang ditempati.
Norma adalah penjabaran dari nilai-nilai yang lebih terperinci ke dalam bentuk tata aturan atau tata kelakuan yang secara konstitusi, undang-undang, peraturan pemerintah, konvensi dan aturan yang tidak tertulis lainnya.[6]
2.              Norma-norma moral
Norma moral berasal dari bahasa latin mos yang berarti adat, cara bertindak, kebiasaan. Norma moral berarti aturan bagi kelakuan atau tidakan dan sekaligus ukuran apakah seseorang itu baik atau tidak baik sebagai manusia.[7] Norma-norma moral merupakan standar tingkah laku yang berfungsi sebagai patokan interaksi sosial. Individu lebih menyadari norma-norma moral sebagai bagian dari konsepsi dirinya dibandingkan dengan kesadarannya terhadap perasaan-perasaan yang bersifat abstrak. Sebab norma moral menggambarkan tuntutan khusus yang mendesak dari pihak kelompok agar ia bertindak menurut suatu cara tertentu. [8]
Beberapa norma moral yang berlaku di masyarakat[9] :
a.              Norma agama yaitu ketentuan-ketentuan yang bersumber dari ajaran-ajaran agama yang dianggap sebagai wahyu dari Tuhan yang keberadaannya tidak boleh ditawar-tawar lagi.
b.             Norma kesopanan yaitu ketentuan-ketentuan hidup yang sumbernya adalah pola-pola perilaku sebagai hasil interaksi sosial di dalam kehidupan kelompok.
c.              Norma kesusilaan yaitu ketentuan-ketentuan yang berasal dari hati nurani,  yang produk dari norma susila ini adalah moral.
d.             Norma hukum yaitu ketentuan-ketentuan hidup yang berlaku dalam kehidupan sosial yang sumbernya adalah undang-undang yang dibuat oleh lembaga formal kenegaraan.
Kebanyakan masyarakat lebih mengutamakan norma moral dibandingkan perasaan abstrak, yang mungkin merupakan kebalikan tingkah laku yang diharapkan. Akan tetapi tidak semua norma-norma suatu kelompok dapat diterima oleh kelompok lainnya. Jadi norma moral menduduki suatu tempat utama di dalam pola pembentukan corak kepribadian.
3.              Kedirian sebagai suatu sistem sosial
Kedirian timbul dari pengalaman sosial, artinya kedirian tidak sepenuhnya timbul akibat orang lain. Konsepsi kedirian sangat berpengaruh dalam hubungan masyarakat karena tingkah laku individu berhubungan erat dengan kedirian sebagai suatu nilai sosial.
Tingkah laku, moral dan etika dipandang sebagai sesuatu yang dapat memperlihatkan atau mencerminkan kediriannya. Seseorang  yang memiliki tingkah laku, moral, dan etika yang sesuai dengan harapan masyarakat akan mendapatkan suatu penghargaan yang dapat berupa pujian atau sebaliknya seseorang yang melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan masyarakat akan mendapatkan ganjaran. Tanpa adanya suatu penghargaan dari masyarakat, maka individu tidak akan mengerti dengan moralitas serta kediriannya sendiri yang mempengaruhi kepribadiannya.

C.      Ciri-ciri dari Nilai-nilai
Ada beberapa ciri-ciri dari nilai yang membedakannya dengan norma taupun yang lainnya yaitu :[10]
1.              Nilai-nilai yang tercernakan
Nilai-nilai tersebut merupakan suatu landasan bagi reaksi yang diberikan secara otomatis terhadap situasi-situasi tingkah laku. Nilai-nilai yang tercernakan adalah nilai yang dipandang dengan otomatis dapat dikatakan eksistensinya tidak dapat dipisahkan dari si individu karena individu tidak merasa terbebani dengan adanya nilai tersebut. Seseorang akan melakukan tingkah laku yang sesuai dengan statusnya.
2.              Nilai-nilai norma-norma yang dominan
Nilai-nilai norma-norma yang dominan adalah nilai-nilai yang lebih diutamakan daripada nilai-nilai yang dominan. Nilai-nilai yang dominan yang lebih pokok dianggap sebagai nilai-nilai yang baik. Nilai tersebut ,membentuk suatu sistem nilai tertentu dalam masyarakat. Nilai yang dominan berfungsi sebagai suatu latar belakang bagi tingkah laku sehari-hari.
3.              Sifat dari sistem-sistem nilai
Sifat dari sistem-sistem nilai tidak sama antara individu dengan individu, kelompok dengan kelompok, bahkan satu tempat ke tempat lainnya. Pada waktu yang sama, variasi mempunyai suatu hubungan tertentu dengan suatu teme normatif.
Suatu nilai inti tertentu tidaklah mesti selalu diikuti oleh seiap orang atau setiap kelompok di dalam masyarakat, tetapi anggota-anggota yang jumlahnya cukup besar dari masyarakat menjunjung tinggi nilai itu sehingga membuat nilai tersebut menjadi salah satu faktor penentu yang penting terhadap tingkah laku.
Seseorang yang berbicara tentang sistem nilai, dibalik ucapannya terkandung suatu pengertian bahwa nilai-nilai tersebut tidak hanya tersebar secara sembarangan melainkan sebaliknya mengikuti serta menunjukkan serangkaian hubungan-hubungan yang tidak bisa terjadi secara kebetulan.
BAB III
SIMPULAN
Nilai adalah ciri sistem sebagai suatu keseluruhan, dan bukan merupakan sekedar salah satu bagian komponen belaka, yang mempunyai pengaruh tersendiri dalam kehidupan masyarakat tentang pantas, layak atau baik buruknya suatu tindakan.
Tingkatan-tingkatan nilai-nilai sosial yaitu perasaan (sentimen) yang abstrak, norma-norma moral dan kedirian sebagai suatu sistem sosial. Pentingnya perasaan abstrak, timbul dari kenyataan bahwa perasaan tersebut dipakai sebagai suatu landasan bagi orang-orang untuk membuat kelompok. Perasaan itu juga merupakan alat-alat yang mudah dipakai oleh seorang individu atau kelompok dalam membenarkan atau mengesahkan sesuatu yang mereka ingin lakukan (tingkah laku). norma moral menduduki suatu tempat utama di dalam pola pembentukan corak kepribadian.
Kedirian timbul dari pengalaman sosial, artinya kedirian tidak sepenuhnya timbul akibat orang lain. Konsepsi kedirian sangat berpengaruh dalam hubungan masyarakat karena tingkah laku individu berhubungan erat dengan kedirian sebagai suatu nilai sosial.
Ada beberapa ciri-ciri nilai sosial yaitu : nilai-nilai yang tercernakan, nilai-nilai norma-norma yang dominan, dan sifat dari sistem nilai.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta : PT. Rineka Cipta,2007)
Elly  M. Setiadi, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial : Teori, Aplikasi dan Pemecahannya, ( Jakarta : Prenada Kencana, 2011 )
J. Dwi Narwoko, Sosiologi : Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta : Kencana Prenada Group, 2004)
Muhammad Riifa’i, Sosiologi Pendidikan, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2011)
Sanapiah Faisal,  Sosiologi Pendidikan, (Surabaya : Usaha Nasional, 2010)


[1] Drs. H. Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta : PT. Rineka Cipta,2007)h. 104
[2] J. Dwi Narwoko, Sosiologi : Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta : Kencana Prenada Group, 2004)h. 45
[3] Sanapiah Faisal,  Sosiologi Pendidikan, (Surabaya : Usaha Nasional, 2010)h. 344
[4] Elly  M. Setiadi, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial : Teori, Aplikasi dan Pemecahannya, ( Jakarta : Prenada Kencana, 2011 )h.119
[5] Sanapiah Faisal, opcit, h.349
[6] Elly M. Setiadi, opcit, h.129
[7] Ibid, h. 131
[8] Sanapiah Faisal, opcit, h. 351
[9] Elly M. Setiadi, opcit, h.133
[10] Ibid, h. 356

No comments: