Saturday, April 11, 2015

Jarimah (Tindak Pidana dalam Islam)

BAB I
PENDAHULUAN
Hukum pidana adalah hukum yang menjelaskan tindak kejahatan yang dikenai sanksi dan batas sanksi tersebut. Hukum pidana menentukan hubungan antara individu dan Negara dari sisi tindakan yang dilarang, dan jika dilanggar seseorang maka ia dinilai telah keluar dari masyarakat dan berhak diberi sanksi.
Dalam syariat Islam terdapat hukum-hukum khusus mengenai tindak kejahatan dan sanksinya, yang dapat disebut sebagai Undang-Undang Pidana Islam. Hukum pidana dalam syari’at Islam mengatur hubungan antara individu dengan Negara dari sisi tindakan yang dilarang dan hukum yang telah ditentukan. Dan hal ini tidak menghalangi sekiranya hak individu.
Jarimah atau yang lebih dikenal tindak pidana dalam Islam memiliki pengertian, unsur-unsur, dasar-dasar berdasarkan Alquran dan hadist serta macam-macam dari jarimah yang tidak banyak diketahui oleh orang awam. Oleh sebab itu, pada pembahasan kali ini akan dibahas mengenai Jarimah (tindak pidana dalam Islam).



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Jarimah
Dalam bahasa Indonesia pengertian jinayah sering disebut dengan istilah peristiwa pidana, dalik atau tindak pidana. Istilah jinayah atau jarimah sering pula digunakan oleh para fuqaha. Jarimah mempunyai kandungan arti yang sama dengan istilah jinayah, baik dari segi bahasa maupun dari segi istilah. [1]
Jarimah berasal dari bahasa Arab جريمة yang berarti perbuatan dosa dan atau tindak pidana. Dalam terminologi hukum Islam, jarimah diartikan sebagai perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh menurut syara dan ditentukan hukumannya oleh Tuhan, baik dalam bentuk sanksi-sanksi yang sudah jelas ketentuannya (had) maupun sanksi-sanksi yang belum jelas ketentuannya oleh Tuhan (ta'zir).[2]
Jarimah dibagi menjadi dua, yaitu jinayat dan hudud. Jinayat membahas tentang pelaku tindak kejahatan beserta sangsi hukuman yaqng berkaitan dengan pembunuhan yang meliputi qishash, diyat dan kifarat. Sedangkan Hudud membahas tentang pelaku tindak kejahatan selain pembunuhan yaitu masalah penganiayaan beserta sangsi hukumannya yang meliputi zina, qadzaf, mencuri, miras, menyamun, merampok, merompak dan bughah.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan tindak pidana adalah larangan-larangan syariat yang oleh Allah SWT disertai dengan ancaman hukuman had atau ta’zir. Larangan yang dimaksud adalah perkara-perkara yang dilarang dan larangan-larangan ini disyariatkan bersumber dari syariat Islam. Jika tidak, maka tindakan tersebut bukan tindak kejahatan/pidana.
B.     Dasar Hukum Jarimah dalam Islam
Dalam  Islam  dijelaskan  berbagai  norma/atura/rambu-rambu  yang  mesti  ditaati  oleh setiap mukalaf, hal itu telah termaktup dalam sumber fundamental Islam, termasuk juga mengenai  perkara  jarima  atau  tindak  pidana  dalam  Islam,  berikut  kami  akan memaparkan beberapa dalil tentang jarimah dan kewajiban menaati hukum Allah SWT. Sesuai dengan firman Allah sebagai berikut :
öNä3s9ur Îû ÄÉ$|ÁÉ)ø9$# ×o4quŠym Í<'ré'¯»tƒ É=»t6ø9F{$# öNà6¯=yès9 tbqà)­Gs? ÇÊÐÒÈ  
Artinya : “Dan dalam qishaash  itu  ada  (jaminan  kelangsungan)  hidup  bagimu,  Hai  orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (Al-Baqarah 179)

Èbr&ur Nä3ôm$# NæhuZ÷t/ !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# Ÿwur ôìÎ7®Ks? öNèduä!#uq÷dr& öNèdöx÷n$#ur br& šqãZÏFøÿtƒ .`tã ÇÙ÷èt/ !$tB tAtRr& ª!$# y7øs9Î) ( bÎ*sù (#öq©9uqs? öNn=÷æ$$sù $uK¯Rr& ߃̍ムª!$# br& Nåkz:ÅÁムÇÙ÷èt7Î/ öNÍkÍ5qçRèŒ 3 ¨bÎ)ur #ZŽÏWx. z`ÏiB Ĩ$¨Z9$# tbqà)Å¡»xÿs9 ÇÍÒÈ  
Artinya : “Dan  hendaklah  kamu  memutuskan  perkara  di  antara  mereka  menurut  apa yang diturunkan  Allah,  dan  janganlah  kamu  mengikuti  hawa  nafsu  mereka. dan  berhati-hatilah  kamu  terhadap  mereka,  supaya  mereka  tidak  memalingkan  kamu  dari sebahagian  apa  yang  telah  diturunkan  Allah  kepadamu.  jika  mereka  berpaling  (dari hukum  yang  telah  diturunkan  Allah),  Maka  ketahuilah  bahwa  Sesungguhnya  Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik”. (QS. Al-Maidah 49)

Ÿxsù y7În/uur Ÿw šcqãYÏB÷sム4Ó®Lym x8qßJÅj3ysム$yJŠÏù tyfx© óOßgoY÷t/ §NèO Ÿw (#rßÅgs þÎû öNÎhÅ¡àÿRr& %[`tym $£JÏiB |MøŠŸÒs% (#qßJÏk=|¡çur $VJŠÎ=ó¡n@ ÇÏÎÈ  
Artinya : “Maka  demi  Tuhanmu,  mereka  (pada  hakekatnya)  tidak  beriman  hingga  mereka menjadikan  kamu  hakim  terhadap  perkara  yang  mereka  perselisihkan,  Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”. (QS. An-Nisa’ 65).



C.    Unsur-unsur dalam Jarimah
Suatu perbuatan dapat dianggap jarimah jika terpenuhi syarat dan rukun yaitu :[3]
1.      Unsur umum artinya unsur yang harus terpenuhi pada setiap tindak kejahatan yaitu:
a.       Unsur formal yaitu adanya  nash,  yang  melarang  perbuatan-perbuatan  tertentu  yang  disertai  ancaman hukuman atas perbuatan-perbuatan diatas.unsur ini dikenal dengan (al ruknu al-syar’i).
b.      Unsur Material artinya adanya tingkah laku seseorang yang memmbentuk jarimah, baik dengan sikap berbuat maupun sikap tidak berbuat. Unsur ini dalam tindak pidana Islam disebut al-rukn al-madi.
c.       Unsur Moral (pelakunya mukallaf) artinya pelaku jarimah adalah orang yang dapat dimintai pertanggung jawaban pidana terhadap jarimah yang dilakukannnya.
2.      Unsur khusus ialah unsur yang hanya terdapat pada peristiwa jarimah tertentu dan berbeda antara unsur khusus pada jenis jarimah yang satu dengan jarimah lainnya.
Adanya  perbuatan  yang  membentuk  jinayah,  baik  melakukan    perbuatan  yang  dilarang atau  meniggalkan  perbuatan  yang  diharuskan.  Unsur  ini  dikenal  dengan  (al-ruknu  al-madi).
D.    Macam-macam bentuk Jarimah
Para fuqaha membagi tindak pidana menjadi 3 bagian dengan melihat bentuk sanksinya:
1.      Jarimah Hudud
Hudud jamaknya “had”, menurut bahasa ialah menahan (menghukum). Menurut istilah hudud berarti sanksi yang ditentukan dan diwajibkan karena hak Allah SWT.[4] Makna diwajibkan karena hak Allah adalah sanksi ini diwajibkan demi menjaga kemashlahatan umum manusia dan menghindarkan kerusakan dan bahaya dari mereka. Hukum had ini merupakan hukuman yang maksimal bagi suatu pelanggaran tertentu.
Ciri khas dari jarimah hudud:
a)             Hukumannya tertentu dan terbatas, dalam artian bahwa hukumannya telah ditentukan oleh syara’ dan tidak ada batas maksimal dan minimal.
b)             Hukuman tersebut merupakan hak Allah semata-mata. Pengertian akan hak Allah menurut Mahmud Syaltut:
Hak Allah adalah suatu hak yang manfaatnya kembali kepada masyarakat dan tidak tertentu bagi seseorang”[5]
Para ulama sepakat bahwa yang termasuk dalam kategori dalam jarimah yaitu:
a.       Zina
Zina secara harfiah berarti fahisyah yaitu perbuatan keji. Zina dalam pengertian istilah adalah hubungan kelamin antara seorang lelaki dengan seorang perempuan yang tidak terikat dalam hubungan perkawinan.[6]
Dasar hukum hudud didalam Alquran An-Nur ayat 2:
èpuÏR#¨9$# ÎT#¨9$#ur (#rà$Î#ô_$$sù ¨@ä. 7Ïnºur $yJåk÷]ÏiB sps($ÏB ;ot$ù#y_ ( Ÿwur /ä.õè{ù's? $yJÍkÍ5 ×psùù&u Îû ÈûïÏŠ «!$# bÎ) ÷LäêZä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# ( ôpkôuŠø9ur $yJåku5#xtã ×pxÿͬ!$sÛ z`ÏiB tûüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËÈ  
Artinya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”


b.      Qadzaf
Qadzaf adalah tuduhan terhadap seseorang bahwa tertuduh telah melakukan perbuatan zina.[7] Dasar hukum hudud dalam Alquran Surah An-Nur: 4
t tûïÏ%©!$#ur tbqãBötƒ ÏM»oY|ÁósßJø9$# §NèO óOs9 (#qè?ù'tƒ Ïpyèt/ör'Î/ uä!#ypkà­ óOèdrßÎ=ô_$$sù tûüÏZ»uKrO Zot$ù#y_ Ÿwur (#qè=t7ø)s? öNçlm; ¸oy»pky­ #Yt/r& 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÍÈ   
Artinya : “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.
c.       Pencurian
Pencuri adalah sering mengambil barang milik orang lain secara diam-diam untuk dimiliki. Dasar hukum hudud dalam Alqur’an Surah Al-Maidah: 38
ä-Í$¡¡9$#ur èps%Í$¡¡9$#ur (#þqãèsÜø%$$sù $yJßgtƒÏ÷ƒr& Lä!#ty_ $yJÎ/ $t7|¡x. Wx»s3tR z`ÏiB «!$# 3 ª!$#ur îƒÍtã ÒOŠÅ3ym ÇÌÑÈ  
Artinya :Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

d.      Perampokan atau penyamun (hirabah)
Hirabah adalah mengambil barang orang lain dengan cara anarkis. Dasar hukum hudud dalam Alquran syrah al-Maidah: 83
$yJ¯RÎ) (#ätÂty_ tûïÏ%©!$# tbqç/Í$ptä ©!$# ¼ã&s!qßuur tböqyèó¡tƒur Îû ÇÚöF{$# #·Š$|¡sù br& (#þqè=­Gs)ム÷rr& (#þqç6¯=|Áム÷rr& yì©Üs)è? óOÎgƒÏ÷ƒr& Nßgè=ã_ör&ur ô`ÏiB A#»n=Åz ÷rr& (#öqxÿYムšÆÏB ÇÚöF{$# 4 šÏ9ºsŒ óOßgs9 Ó÷Åz Îû $u÷R9$# ( óOßgs9ur Îû ÍotÅzFy$# ë>#xtã íOŠÏàtã ÇÌÌÈ  
Artinya: “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik[414], atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar,”
e.       Pemberontak (Bughah)
Bughah secara harfiah berarti menanggalkan/melanggar. Dalam istilah adalah usaha atau gerakan yang dilakukan oleh suatu kelompok dengan tujuan untuk menggulingkan pemerintah yang sah.[8]
f.       Murtad  (Riddah)
Murtad kembalinya seorang muslim yang berakal dan baligh untuk memilih keyakinan agama lain atas dasar pilihannya bukan atas paksaan.
g.      Minum khamar
Minum khamar dalam pandangan syarian Islam merupakan kejahatan karena ia merusak akal dank arena akibat yang ditimbulkannya berupa penghamburan harta dan tindak kejahatan.
2.      Jarimah Qishas atau Diyat
Jarimah yang diancam dengan hukuman qishas dan diat (ganti rugi dari si pelaku kepada si korban atau walinya). Baik qishas maupun diat keduanya adalah hukuman yang sudah ditentukan syara’ dan merupakan hak individu. Pengertian akan hak manusia (individu) menurut Mahmud Syaltut:
‘Hak manusia adalah suatu hak yang manfaatnya kembali kepada orang tertentu’
Ciri khas jarimah qishas dan diat:
a.             Hukumannya sudah tertentu dan terbatas, dalam arti sudah ditentukan syara’ dan tidak ada batas maksimal dan minimal.
b.             Hukuman tersebut merupakan hak perseorangan (individu), dalam arti bahwa korban atau keluarganya berhak memberikan pengampunan terhadap pelaku.
Jarimah qishas dan diat terbagi menjadi:
1)      Pembunuhan sengaja (al-qotlul‘amdu)
2)      Pembunuhan menyerupai sengaja (al-qotlu syibhul’amdi)
3)      Pembunuhan karena kesalahan (al-qotlul khotho-u)
4)      Penganiayaan sengaja (al-jar’hul ‘amdu)
5)      Penganiayaan tidak sengaja (al-jar’hul khotho-u)[9]
3.   Jarimah Ta’zir
Jarimah ta’zir adalah jarimah yang hukumannya bersifat mendidik atas perbuatan dosa yang belum ditetapkan oleh syara` atau hukuman yang diserahkan kepada keputusan Hakim. Namun hukum ta`zir juga dapat dikenakan atas kehendak masyarakat umum, meskipun bukan perbuatan maksiat, melainkan awalnya mubah. Dasar hukum ta`zir adalah pertimbangan kemaslahatan dengan mengacu pada prinsip keadilan. Pelaksanaannyapun bisa berbeda, tergantung pada tiap keadaan. Karena sifatnya yang mendidik, maka bisa dikenakan pada anak kecil.[10]
Berdasarkan perbuatannya ta’zir dibagi menjadi 3 bagian yaitu:[11]
a.       Jarimah hudud atau qishash/diyat yang syubhat atau tidak memenuhi syarat, namun sudah merupakan maksiat, misalnya perampokan, percobaan pembunuhan, pencurian dikalangan keluarga, dll.
b.      Jarimah yang ditentukan alqur’an dan hadist, namun tidak ditentukan sanksinya, misalnya saksi palsu, tidak melaksanakan amanat dan menghina agama.
c.       Jarimah yang ditentukan oleh ulil amri untuk kemashlahatan umum. Dalam hal ini, nilai ajaran Islam dijadikan pertimbangan penentuan kemashalahatan umum. Persyaratan kemashlahatan umum ini secara terinci diuraikan dalam bidang studi ushul fiqih, misalnya pelanggaran atas peraturan lalu lintas.






BAB III
PENUTUP
Jarimah diartikan sebagai perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh menurut syara dan ditentukan hukumannya oleh Tuhan, baik dalam bentuk sanksi-sanksi yang sudah jelas ketentuannya (had) maupun sanksi-sanksi yang belum jelas ketentuannya oleh Tuhan (ta'zir). Unsur-unsur jarimah yaitu unsur formil, unsur materi, unsur moral.
Para fuqaha membagi tindak pidana menjadi 3 bagian yaitu:
1.      Jarimah hudud yaitu sanksi yang ditentukan dan diwajibkan karena hak Allah. Da yang termasuk ke dalam jarimah hudud adalah zina, qadzaf, pencurian, perampokan atau penyamunan, pemberontak, murtad, minum khamar.
2.      Jarimah qishash yakni perbuatan yang diancdam dengan hukuman qishas atau diyat. Kategorinya adalah pembunuhan sengaja, semi sengaja, tidak sengaja, penganiayaan sengaja dan tidak sengaja.
3.      Jarimah ta’zir adalah memberi pelajaran atas perbuatan-perbuatan yang dilarang syariat namun tidak disyariatkan sanksi tertentu untuknya.


DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zainuddin, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009)
Effendy, Mochtar, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, (Universitas Sriwijaya, 2001)
Jazuli, Ahmad, Fiqh Jinayah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000)
Karim Zaidan, Abdul, Pengantar Studi Syariat, (Jakarta: Robbani Press, 2008)
Phil, H. M. Nur Kholis Setiawan, Meniti Kalam Kerukunan: Beberapa Istilah Kunci dalam Islam dan Kristen, (Jakarta: Gunung Mulia, 2010)
Wardi Muslich, Ahmad, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005)
http://islamwiki.blogspot.com/2010/08/memahami-kembali-hukum-pidana-islam.html



[1] Prof. Dr. Phil, H. M. Nur Kholis Setiawan, Meniti Kalam Kerukunan: Beberapa Istilah Kunci dalam Islam dan Kristen, (Jakarta: Gunung Mulia, 2010), h. 286
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Jarimah
[3] Prof. Dr. Phil, H. M. Nur Kholis Setiawan, opcit, h. 287
[4] Mochtar Effendy, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, (Universitas Sriwijaya, 2001)
[5] Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 10
[6] Ahmad Jazuli, Fiqh Jinayah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h. 30
[7] Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Graffika, 2009), h. 53
[8] Zainuddin Ali, opcit, h. 73
[9] Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, opcit, h. 18-19
[10] http://islamwiki.blogspot.com/2010/08/memahami-kembali-hukum-pidana-islam.html
[11] Abdul Karim Zaidan, Pengantar Studi Syariat, (Jakarta: Robbani Press, 2008), h. 518

No comments: