Saturday, April 11, 2015

Kode Etik Profesi Guru

BAB I
PENDAHULUAN

Guru adalah seorang pendidik yang memiliki peranan sangat penting di dalam kehidupan dan pembentukan bangsa, suatu negara mustahil tanpa adanya seorang guru. Guru telah menjadi sebuah profesi yang sama pentingnya dengan petugas kesehatan. Profesi seorang guru bukanlah profesi yang mudah. Guru juga memiliki aturan dan batasan-batasan yang harus dipatuhi atau dijalankan.
Guru Indonesia harus menyadari bahwa jabatan guru adalah suatu profesi yang terhormat, terlindungi, bermartabat, dan mulia. Dalam mukadimah Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa guru mengabdikan diri dan berbakti untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur dan beradab.
Guru Indonesia selalu tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Mereka memiliki kehandalan yang tinggi sebagai sumber daya utama untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakep, kreatif, mandiri serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.[1]  
Kode Etik Guru Indonesia adalah merupakan pedoman sikap dan perilaku bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia dan bermartabat yang dilindungi undang-undang.[2] Hal inilah yang perlu dibahas, oleh sebab itu penulis membuat makalah yang berjudul “Kode Etik Profesi Guru”



BAB II
PEMBAHASAN

A.           Pengertian Kode Etik
Secara harfiah “kode etik” berarti sumber etik. Etik artinya tata susila (etika) atau hal-hal yang berhubungan dengan kesusilaan dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Jadi, “kode etik guru” diartikan aturan tata-susila keguruan. Maksudnya aturan-aturan tentang keguruan (yang menyangkut pekerjaan-pekerjaan guru) dilihat dari segi susila. Maksud kata susila adalah hal yang berkaitan dengan baik dan tidak baik menurut ketentuan-ketentuan umum yang berlaku. Dalam hal ini kesusilaan diartikan sebagai kesopanan, sopan santun dan keadaban.[3]
Menurut Westby Gibson kode etik (guru) dikatakan sebagai suatu statement formal yang merupakan norma (aturan tata susila) dalam mengatur tingkah laku guru. Sehubungan dengan itu maka tidaklah terlalu salah kalau dikatakan bahwa kode etik guru merupakan semacam penangkal dari kecenderungan manusiawi seorang guru yang ingin menyeleweng, agar tidak jadi berbuat menyeleweng. Kode etik guru juga merupakan perangkat untuk mempertegas atau mengkristalisasi kedudukan dan peranan guru serta sekaligus untuk melindungi profesinya.[4]
Ilmu adab atau etik (ethica) adalah ilmu yang mempelajari segala soal kebaikan (dan keburukan) didalam hidup manusia umumnya, teristimewa yang mengenai gerak gerik fikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan, sampai mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan.
Etik berasal dari ethos dan berarti watak, adab berarti keluhuran budi, ini menimbulkan kehalusan / kesusilaan, baik yang bersifat batin maupun lahir.
Sebagai ilmu kemanusiaan maka etik itu didalam mempelajari segala soal kebajikan dengan sendirinya (mau tak mau) mendapat pengaruh besar daripada ilmu ketuhanan (theologi) dan selalu berhubungan (saling mempengaruhi) dengan ilmu pendidikan kehakiman.
Pengajaran etika itu bermaksud memberi macam-macam pengajaran, agar adanya keharmonisan antara pendidikan roahani dan jasmani. Kode etik jabatan guru adalah usaha pendidikan mencapai cita-cita luhur bangsa dan negara Indonesia sebagaimana temaktub dalam pembukaan UUD 1945 mutlak diperlukan sarana teraturdan tertib untuk dijadikan pedoman yang merupakan tanggung jawab bersama.[5]
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Pasal 28 Undang-Undang ini dengan jelas menyatakan bahwa “Pegawai Negeri Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan,” Dalam penjelasan Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa dengan adanya Kode Etik ini, pegawai negeri sipil sebagai aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya, dalam Kode Etik Pegawai Negeri Sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pegawai negeri. Dapat disimpulkan, bahwa kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari-hari.
  Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII, Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru (PGRI, 1973). Dari pendapat Ketua Umum PGRI ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam Kode Etik Guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yakni: Sebagai landasan moral dan Sebagai pedoman tingkah laku.[6]
Kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat.[7] Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan profesinya dan larangan-larangan, yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh mereka, tidak saja dalam menjalankan tugas profesi mereka, melainkan juga menyangkut tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam pergaulannya sehari-hari di dalam masyarakat.
Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia. Sebagai pedoman sikap dan prilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat dan warga negara setiap profesi memilki kode etik profesi.[8]
B.            Tujuan Kode Etik
Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut (R. Hermawan S, 1997) :[9]
a.             Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar mereka jangan sampai memandang rendah atau remeh terhadap profesi yang bersangkutan. Oleh karenanya, setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk tindak-tanduk atau kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkannama baik profesi terhadap dunia luar. Dari segi ini, kode etik juga seringkali disebut kode kehormatan.
b.             Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
Yang dimaksud kesejahteraan di sini meliputi baik kesejahteraan lahir (atau material) maupun kesejahteraan batin (spiritual atau mental). Dalam hal kesejahteraan lahir para anggota profesi, kode etik umumnya memuat larangan-larangan kepada para anggotanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan kesejahteraan para anggotanya. Dalam hal kesejahteraan batin para anggota profesi, kode etik umumnya memberi petunjuk-petunjuk kepada para anggotanya untuk melaksanakan profesinya.

Kode etik juga sering mengandung peraturan-peraturan yang bertujuan membatasi tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur bagi para anggota profesi dalam berinteraksi dengan sesama rekan anggota profesi.

c.              Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi

Tujuan lain kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuanyang perlu dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.

d.             Untuk meningkatkan mutu profesi

Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik juga memuat norma-norma dan anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.

e.              Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi

Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, maka diwajibkan kepada setiap anggota untuk secara akif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi. 

C.           Penetapan Kode Etik

Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat  para anggotanya. Penetapan kode etik lazim dilakukan pada suatu kongres organisasi  profesi. Dengan demikian, penetapan  kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang secara perorangan, melainkan  harus dilakukan  oleh orang-orang  yang diutus untuk dan atas nama anggota-anggota profesi dari organisasi tersebut. Dengan demikian, jelas bahwa orang-orang yang bukan atau tidak menjadi anggota profesi tersebut, tidak dapat dikenakan aturan yang ada dalam kode etik tersebut. Kode etik suatu profesi hanya akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam  menegakkan disiplin di kalangan profesi tersebut, jika semua orang yang menjalankan profesi tersebut tergabung (menjadi anggota) dalam organisasi profesi yang bersangkutan.
Apabila setiap orang yang menjalankan suatu profesi secara otomatis tergabung di dalam suatu organisasi atau ikatan profesional, maka barulah ada jaminan bahwa profesi tersebut dapat dijalankan secara murni dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan pelanggaran yang serius terhadap kode etik dapat dikenakan sanksi.[10]

D.           Sanksi Pelanggaran Kode Etik

Sering juga kita jumpai, bahwa ada kalanya negara mencampuri urusan profesi, sehingga hal-hal yang semula hanya merupakan kode etik dari suatu profesi tertentu dapat meningkat menjadi peraturan hukum atau undang-undang. Apabila halnya demikian, maka aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku meningkat menjadi aturan yang memberikan sanksi-sanksi hukum yang sifatnya memaksa, baik berupa sanksi perdata maupun sanksi pidana.
Sebagai contoh dalam hal ini jika seseorang anggota profesi bersaing secara tidak jujur atau curang dengan sesama anggota profesinya, dan jika dianggap kecurangan itu serius ia dapat dituntut di muka pengadilan. Pada umumnya, karena kode etik adalah landasan moral dan merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan maka sanksi terhadap kode etik adalah sanksi moral. Barang siapa melanggar kode etik akan mendapat celaan dari rekan-rekannya, sedangkan sanksi yang dianggap terberat adalah sipelanggar dikeluarkan dari organisasi profesi. Adanya kode etik dalam suatu organisasi profensi tertentu, menandakan bahwa organisasi profesi itu telah mantap.[11]
Sanksi terhadap pelanggaran kode etik diberlakukan bagi anggota dengan menggunakan sanksi organisasi profesi, misalnya dilarang mengajar, atau melakukan aktivitas di dunia pendidikan, atau bahkan diberi tindakkan pidana atau perdata jika secara lebih jauh melanggar undang-undang tertentu.[12]

E.            Kode Etik Guru Indonesia

Kode Etik Guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan  norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan  sistematik dalam suatu sistem yang utuh dan bulat. Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku dan setiap guru warga PGRI dalam menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di dalm masyarakat. Dengan demikian, maka Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan sikap profesional para anggota profesi keguruan.
Sebagaimana halnya dengan profesi lainnya, Kode Etik Guru Indonesia ditetapkan dalam suatu kongres yang dihadiri oleh seluruh utusan Cabang dan Pengurus Daerah PGRI dari seluruh penjuru tanah air, pertama dalam Kongres XIII di Jakarta tahun 1973, dan kemudian disempurnakan dalam Kongres PGRI XVI tahun 1989 juga di Jakarta. Adapun teks Kode Etik Guru Indonesia yang telah disempurnakan tersebut adalah sebagai berikut:[13]

KODE ETIK GURU INDONESIA

Guru Indonesia menyadari, bahwa pendikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa, dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setiap pada Undang-Undang Dasar 1945, turt bertanggung  jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut:[14]

1.             Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
§    Guru menghormati hak individu, Agama dan Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dari anak didiknya masing-masing.
§    Guru menghormati dan membimbing kepribadian anak didiknya.
§    Guru menyadari bahwa Intelegensi, Moral dan Jasmani adalah tujuan utama pendidikan.
§    Guru melatih anak didik memecahkan masalah-masalah dan membina daya kreasinya agar dapat menunjang masyarakat yang sedang membangun.
§    Guru membantu sekolah di dalam usaha menanamkan pengetahuan ketrampilan kepada anak didik.
2.             Guru memiliki kejuruan profesionil dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
§    Guru menghargai dan memperhatikan perbedaan dan kebutuhan anak didiknya masing-masing.
§    Guru hendaknya flexible di dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didiknya masing-masing.
§    Guru memberi pelajaran di dalam dan di luar sekolah berdasarkan kurikulum dan berlaku secara baik tanpa membeda-bedakan jenis dan posisi sosial orang tua muridnya.
3.             Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi, tentang anak didik tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
§    Komunikasi guru dan anak didik di dalam dan di luar sekolah dilandaskan pada rasa kasih sayang.
§    Untuk berhasilnya pendidikan, guru harus mengetahui kepribadian anak dan latar belakang keluarganya.
§    Komunikasi hanya diadakan semata-mata untuk kepentingan pendidikan anak didik.
4.                       Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
§    Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah sehingga anak didik betah berada dan belajar di sekolah.
§    Guru menciptakan hubungan baik dengan orang tua sehingga dapat terjalin pertukaran informasi timbal balik untuk kepentingan anak didik.
§    Guru senantiasa menerima dengan dada lapang setiap kritik membangun yang disampaikan orang tua murid/masyarakat terhadap kehidupan sekolahnya.
5.             Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
§    Guru memperluas pengetahuan masyarakat mengenai Profesi Keguruan.
§    Guru harus berperan agar dirinya dan sekolahnya dapat berfungsi sebagai pembaharu bagi kehidupan dan kemajuan daerahnya.
§    Guru turut bersama-sama masyarakat sekitarnya di dalam berbagai aktivitas.
6.             Guru secara pribadi dan  bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya
§    Guru melanjutkan studinya dengan :
-                 Membaca buku-buku
-                 Mengikuti seminar, konperensi dan pertemuan-pertemuan pendidikan dan keilmuan lainnya.
-                 Mengikuti penataran
-                 Mengadakan kegiatan-kegiatan penelitian
§    Guru selalu bicara, bersikap dan bertindak sesuai dengan martabat profesinya.
7.             Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
§    Guru senantiasa saling bertukar informasi, pendapat, saling menasehati dan bantu- membantu satu sama lain baik dalam hubungan kepentingan pribadi maupun dalam penunaian tugas profesi.
§    Guru tidak melakukan tindakkan-tindakan yang merugikan nama baik rekan-rekan seprofesinya dan menunjang martabat guru baik secara pribadi maupun secara keseluruhan.
8.             Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
§    Guru menjadi anggota dan membantu organisasi guru yang bermaksud membina profesi dan pendidikan pada umumnya.
§    Guru senantiasa berusaha terciptanya persatuan di antara sesama pengabdian pendidikan.
§    Guru senantiasa berusaha agar menghindarkan diri dari sikap-sikap, ucapan-ucapan dan tindakkan-tindakkan yang merugikan organisasi
9.             Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
§    Guru senantiasa setia terhadap kebijaksanaan dan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang pendidikan.
§    Guru melakukan tugas profesinya dengan disiplin dan rasa pengabdian.
§    Guru berusaha membantu menyebarkan kebijaksanaan dan program pemerintah dalam bidang pendidikan kepada orang tua murid dan masyarakat sekitarnya.
§    Guru berusaha menunjang terciptakannya kepemimpinan pendidikan di lingkungan atau di daerah sebaik-baiknya.[15]
F.            Rumusan Kode Etik Guru
Berikut ini disajikan substansi utama KEGI. KEGI ini merupakan hasil rumusan Konferensi Pusat Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Pada bagian lampiran juga dimuat tentang DKGI.
Oleh karena itu, meski banyak organisasi guru di Indonesia, KEGI ini mestinya mejadi Kode Etik tunggal untuk siapa saja yang menyandang profesi guru. Artinya, organisasi guru dengan keanggotaan “lebih sedikit” harus “tunduk” pada Kode Etik yang dikembangkan oleh organisasi sejenis dengan keanggotaan terbesar. Disamping itu, PGRI merupakan organisasi pertama yang telah secara komprehensif merumuskan KEGI dan DKGI. Berikut ini disajikan substansi esensial dari KEGI dimaksud.[16]
1)             Hubungan Guru dengan Peserta Didik
§    Guru berprilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, serta mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
§    Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan hak-hak dan kewajibannya sebagai individu, wrga sekolah, dan anggota masyarakat.
§    Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
§    Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
§    Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
2)             Hubungan Guru dengan Orangtua/Wali Siswa
§    Guru berusaha membina hubungan kerjasama yangh efektif dan efisien dengan orangtua/wali siswa dalam melaksanakan proses pendidikan.
§    Guru memberikan informasi kepada orangtua/wali siswa secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik.
§    Guru merahasiakan informasi setiap pesrta didiik kepada orang lain yang bukan orangtua/walinya.
§    Guru berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
3)             Hubungan Guru dengan Masyarakat
§    Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif, dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.
§    Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
§    Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
§    Guru memberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.
4)             Hubungan Guru dengan Sekolah dan Rekan Sejawat
§    Guru memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah.
§    Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses pendidikan.
§    Guru menciptakan suasana sekolah yang kondusif
§    Guru menciptakan suasana kekeluargaan di dalam dan di luar sekolah.
§    Huru menghormati teman sejawat
§    Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat
§    Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat profesional.
5)             Hubungan Guru dengan Profesi
§    Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi.
§    Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan bidang studi yang diajarkan.
§    Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya.
§    Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggung jawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesionalnya.
§    Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan pembelajaran.
6)             Hubungan Guru dengan Organisasi Profesinya
§    Guru menjadi anggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan.
§    Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan.
§    Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya.
§    Guru tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisiasi profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.
7)             Hubungan Guru dengan Pemerintah
§    Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU Tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan perundang-undangan lainnya.
§    Guru membantu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan yang berbudaya.
§    Guru berusaha menciptakan, memelihara dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
§    Guru tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.
§    Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian negara.


BAB III
PENUTUP
A.           Simpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII, Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru (PGRI, 1973). Dari pendapat Ketua Umum PGRI ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam Kode Etik Guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yakni: Sebagai landasan moral dan Sebagai pedoman tingkah laku.
Kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan profesinya dan larangan-larangan, yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh mereka, tidak saja dalam menjalankan tugas profesi mereka, melainkan juga menyangkut tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam pergaulannya sehari-hari di dalam masyarakat.
Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia. Sebagai pedoman sikap dan prilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat dan warga negara setiap profesi memilki kode etik profesi.
Sanksi terhadap pelanggaran kode etik diberlakukan bagi anggota dengan menggunakan sanksi organisasi profesi, misalnya dilarang mengajar, atau melakukan aktivitas di dunia pendidikan, atau bahkan diberi tindakkan pidana atau perdata jika secara lebih jauh melanggar undang-undang tertentu.
B.            Saran
Kepada para pendidik agar dapat mematuhi kode etik profesi yang telah ada dan kepada calon guru agar dapat memahami apa yang terkandung di dalam kode etik dan menjadi pembelajaran berharga yang kelak harus diamalkan dan ditaati.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Rusman, M.Pd, Model-Model Pembelajaran, PT. Grafindo Persada, Jakarta: 2011
Dr. Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan, PT. Gunung Agung, Jakarta: 1984
Oteng Sutisna, Administrasi pendidikan: dasar teoretis untuk praktek profesional, Angkasa, 1989
Prof. Dr. H. Sudarwan Danim, Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru, Alfabeta, Bandung: 2010
Sadirman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, PT Raja Grasindo, Jakarta: 2010
Team Didaktik Metodik, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, CV Rajawali, Jakarta: 1981
http://32mine.blogspot.com/2010/03/maksud-dan-tujuan-kode-etik.html



[1] Prof. Dr. H. Sudarwan Danim, Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru, Alfabeta, Bandung: 2010 hal 98
[2] Dr. Rusman, M.Pd, Model-Mode Pembelajaran, PT. Grafindo Persada, Jakarta: 2011 hal 36
[3] Ibid,h.38
[4] Sadirman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, PT Raja Grasindo, Jakarta: 2010, hal 151-152
[5] Team Didaktik Metodik, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, CV Rajawali, Jakarta: 1981 hal 16-17
[6] ibid
[7] ibid
[8] Dr. Rusman, M.Pd, Model-Model Pembelajaran, PT. Grafindo Persada, Jakarta: 2011, hal 32
[9] Prof. Soetjipto dan Drs. Raflis Koasasi, M.Sc, Op. Cit, hal 30-32
[10] Ibid, hal 32-33
[11] Ibid, hal 33
[12] Dr. Rusman, M.Pd, Model-Model Pembelajaran, PT. Grafindo Persada, Jakarta: 2011, hal 33
[13] ibid
[14] Prof. Soetjipto dan Drs. Raflis Kosasi, Op. Cit, hal 34
[15] Dr. Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan, PT. Gunung Agung, Jakarta: 1984 hal 142-145
[16] Prof. Dr. H. Sudarwan Danim,opcit, hal 101-108

No comments: