BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan hal yang paling
penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan awal dari kemajuan bangsa, budaya dan teknologi.
Setiap manusia butuh pendidikan untuk mencapai cita-citanya dan memperoleh
kehidupan yang lebih baik. Pendidikan bukan hanya proses belajar atau transfer
ilmu. Pendidikan juga buka sekedar mencatat apa yang diketahui kedalam sebuah
buku.
Pendidikan pada dasarnya adalah
proses perubahan tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan
alam sekitarnya, dengan cara pengajaraan sebagai suatu aktivitas asasi dan
sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.[1]
Dalam system pendidikan,
dibutuhkanlah seorang guru yang mengajarkan materi pelajaran. Namun tugas guru
bukan hanya sekedar menyampaikan materi tanpa memperhatikan keadaan siswanya
atau tempat proses belajar berlangsung. Dalam hal ini maka guru harus terampil
dalam mengelola kelas, guna tercapainya tujuan pembelajaran tanpa adanya
hambatan dalam proses pembelajaran.
Keterampilan mengelola kelas bukan
hanya sekedar cara guru dalam memberikan penjelasan, membagi perhatian,
memberikan penguatan, memberikan, memusatkan perhatian, dll. Dalam hal
mengelola kelas, guru juga diwajibkan untuk terampil dalam mengatur ruangan
kelas agar berdampak positif untuk kegiatan proses belajar mengajar. Oleh sebab
itu pada makalah ini perlu dibahas “teknik-teknik mengelola kelas dengan efektif”.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kelas
dikelola dengan pola “semua keperluan”.
“Kelas
merupakan taman belajar bagi peserta didik dan menjadi tempat mereka, bertumbuh
dan berkembang baik secara fisik, intelektual maupun emosional.” (Ahmad
1995:14). Oleh karena itu kelas harus dikelola sedemikian rupa sehingga
benar-benar merupakan taman belajar yang menyenangkan.
Kelas yang baik
merupakan kelas yang sengaja di setting untuk dapat melayani semua keperluan
atau kebutuhan dari pengguna kelas. Kelas yang baik banyak dijumpai di
Negara-negara yang telah berkembang. Kelas dibuat seolah “swalayan” yang di
dalamnya terdapat semua keperluan untuk guru dan murid. Kelas seperti ini
menjadi idaman bagi para peserta didik, karena mereka merasa seperti dimanjakan
untuk mendapat pendidikan. Jika dilihat dari segi pelayanan, maka kelas seperti
ini yang paing ideal. Namun tidak semua Negara menerapkan kelas seperti diatas.
India salah satu Negara yang menganut paham bahwa kelas merupakan
penyelenggaraan pendidikan atau tempat terjadinya proses pendidikan, sehingga
tidak semua kepentingan guru dan murid harus ada di dalam kelas.
B.
Pencahayaan
dan kebisingan
Pencahayaan dan
kebisingan merupakan hal penting yang seharusnya tak patut untuk diabaikan.
Namun di zaman sekarang, kedua aspek ini sering diabaikan oleh pengelola kelas
dalam memilih lokasi dan menata kelas
sebagai tempat belajar. Banyak lembaga pendidikan yang kurang peduli
tentang pentingnya pencahayaan dalam proses belajar. Selain aspek cahaya, ada
juga aspek sirkulasi yang kurang diperhatikan. Akibatnya para siswa yang
belajar merasa cepat lelah karena pengaruh dari sirkulasi yang kurang baik dan
penglihatan yang dipaksakan dapat membuat mata lelah.
Hambatan
seperti ini banyak sekali terjadi di kota-kota besar, sehingga tak heran jika
melihat pelajar begitu capek seusai pelajaran. Hal ini dapat membuat
konsentrasi belajar murid jadi terganggu. Kelelahan ini akan semakin
menjadi-jadi jika beban pelajaran tidak sebanding dengan kemampuan tubuh murid
untuk menerima tekanan akibat ketidak efektifan lingkungan.[2]
C.
Tata
letak pengaturan kursi
Pengaturan
bangku mempunyai peranan penting dalam konsentrasi belajar siswa. Pengaturan
bangku dapat dilakukan secara fleksibel dengan memosisikan sedemikian rupa,
sesuai dengan kebutuhan pengajaran yang efektif dan efisien. Hal ini dilakukan
agar semua siswa mampu menangkap pelajran yang diberikan dengan merata,
seksama, menarik, tidak monoton, dan mempunyai sudut pandang bervariasi
terhadap pelajaran yang tengah dikuti.
Sebagaimana
diketahui kemampuan siswa tidak sama. Ada yang cepat untuk menagkap materi dan
ada yang agak lambat, bahkan ada yang sangat lambat. Oleh Karena itu, perlu ada
sebuah strategi jitu untuk menyeimbangkan masalah ini. Salah satu strategi yang
bisa dilakukan adalah dengan mengatur kapan siswa bekerja secara perorangan,
kelompok, berpasangan atau klasikal.
Dalam mengatur
tempat duduk yang paling penting adalah memungkinkan terjadinya tatap muka,
dengan demikian guru dapat mengonrol tingkah laku siswa Pengaturan tempat duduk
akan mempengaruhi kelancaran pengaturan proses pembelajaran.
Pengaturan
bangku tersebut dapat dilakukan untuk memenuhi empat tujuan pembelajaran, yakni
aksebilitas yang membuat siswa mudah menjangkau alat atau sumber belajar yang
tersedia, mobilitas yang membuat siswa dan guru mudah bergerak dari satu bagian
ke bagian lain dalam kelas, interaksi yang memudahkan terjadinya komunikasi
antar guru, siswa, maupun antar siswa, dan variasi kerja siswa yang
memungkinkan siswa bekerja sama secara perorangan, berpasangan, atau
berkelompok.[3]
Pengaturan
bangku kelas tentu menjadi alternatif menarik bagi terciptanya konsep edukasi
dalam pembelajaran. Dengan variasi tempat duduk sesuai dengan tujuan
pembelajaran dan dinamisnya gerak siswa dan guru dalam ruangan kelas, tentu
saja siswa akan merasakan kenyamanan, sehingga ia akan mudah menyerap
pembelajaran dengan baik.
Dalam hal
pengaturan bangku, guru sebaiknya menggunakan penyususnan kursi yang tidak
membedakan siswa. Dalam beberapa kasus, guru canderung untuk menempatkan siswa
berprestasi tinggi lebih dekat dengan guru dan memberikan mereka lebih banyak
kontak. Penelitian mengemukakan bahwa ketika siswa dengan kemampuan rendah
pindah ke depan, prestasi mereka membaik lebih dari siswa yang berkemampuan
rendah yang tetap duduk di depan. Menariknya, siswa yang berprestasi tinggi
tidak bermasalah ketika mereka pindah lebih jauh dari guru. Sama halnya dengan
keterlibatan siswa lebih tersebat ketika siswa berprestasi rendah duduk selang
seling dengan siswa berprestasi tinggi.[4]
Jarak anara
kursi satu dengan kursi lainnya untuk siswa tidak memiliki aturan baku. Hanya
saja dalam konsep psikologi seseorang memiliki wilayah pribadi. Beberapa
peneiian yang dilakukan Morgan ditemukan bahwa orang merasa aman jika wilayah
sekitarnya memiliki jarak lingkar sekiar 0,5 s/d 1m, apabila lebih dari itu
mereka akan merasa diasingkan dari lingkungannya.[5]
Oleh sebab itu
tempat belajar paling ieal bagi siswa ialah apabila tempat duduk mereka dapat
dengan mudah dipindahkan sesuai kebutuhan. Beberapa pengaturan tempat duduk di
antaranya:[6]
1.
Berbaris
berjajar
2.
Pengelompokan
yang terdiri atas 8 sampai 10 orang.
3.
Setengah
lingkaran.
4.
Berbentuk
lingkaran.
5.
Indiiviual
yang biasanya terlihat di ruang baca, perpustakaan, atau ruang pratikum.
6.
Adanya
dan tersediannya ruangan yang sifatnya bebas di kelas di samping bangku dan
tempat duduk yang diatur.
D.
Dinding
dan papan tulis
Dinding
merupakan pajangan pesan yang setiap hari bisa diubah, diganti sesuai pesan
yang ingin disampaikan. Apabila tiap hari pada dinding sekolah dipasang satu
pembendaharaan kata atau pesan moral, murid dapat dbelajar banyak dari yang
sedikit, cara yang mudah dan harga murah.[7] Dinding
kelas mempunyai menyediakan area untuk menampilkan pekerjaan siswa, material
yang relevan dengan mata pelajaran, dan lain-lain. Dengan pertimbangan pada
saat di kelas setidaknya memiliki display untuk dinding:
1. Peta Indonesia/ dunia
2. Kalender
3. Arti sila-sila
4. Materi mata pelajaran/ kuliah
Namun hal yang
lebih penting adalah warna dinding, karena tanpa disadari warna dinding
memberikan banyak pengaruh dalam proses pembelajaran. Apabila warna dinding
terlalu mencolok seperti warna merah maka akan mengganggu proses pembelajaran
dari segi penglihatan dan psikologi.
Banyak
penelitian yang menyatakan bahwa warna ini mempengaruhi kondisi psikologis dari
orang yang berada di ruangan tersebut. Untuk kelas belajar sangat disarankan
warna yang dipilih adalah lembut, bukan cerah atau gelap.
Sedangkan papan
tulis harus cukup besar dan permukaan dasarnya harus rata. Warna dasar papan
tulis yang mulai menipis atau belang harus segera di cat ulang atau
dibersihkan. Papan tulis harus ditempatkan di depan dancukup cahaya.
Penempatannya tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah, sehingga peserta
didik yang duduk dibelakang masih melihat atau membaca tulisan yang paling
bawah.
Papan bulletin
sangat penting bagi display kelas seperti memajang beberapa hasil kerja siswa.
Ia akan menjadi semacam wadah atau tempaat untuk menuangkan banyak ide. Jika
dirancang dengan baik, papan bulletin bisa menjadi sarana motivasi dan cara
pembelajaran efektif. Dengan papan bulletin, dinding kelas akan terjaga
kebersihannya sebab isi dari papan bulletin tidak menempel langsung pada
dinding sehingga tidak merusak cat.[8]
E.
Lantai
ruang
Lantai ruangan
sebenarnya tidak terkait langsung dengan proses belajar, namun kenyamanan bisa
tercipta karena warna lantai. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa warna
lantai akan berpengaruh terhadap proses belajar apabila kursi yang digunakan
seperti model kursi perkuliahan. Akan tetapi jika tempat duduk menggunakan meja
yang terpisah maka tidak terlalu berpengaruh. Dalam pemilihan warna lantai akan
lebih baik jika memilih warna yang lebih soft sehingga tidak mengganggu
pandangan.
Setelah kita
memahami kelas sebagai tempat proses belajar, persoalan lebih lanjut ialah
bagaimana mengelola kelas agar di dalamnya terjadi proses pembelajaran. Dalam
proses pendidikan diperlukan beberapa model dalam pengelolaannya yaitu:[9]
1.
Model
interaksi social yaitu model pembelajaran yang menekankan hubungan antar
peserta didik, guru dengan peserta didik, dan peserta didik dengan alam
sekitar. Metode belajar yang paling utama adalah problem solving, simulasi,
diskusi, dll.
2.
Model
pembelajaran alam sekitar yaitu model pembelajaran yang menekankan pada peserta
didik dalam mempelajari sesuatu harus melihat langsung, merasakan, atau
mendengarkan langsung. Setidaknya bahan pelajaran dapat dirasakan dikehidupan
sehari-hari.
3.
Model
pembelajaran pusat perhatian yaitu model menekankan bahwa peserta didik harus
dibentuk secara individu atau anggota masyarakat agar dapat terjun langsung di
masyarakat. Oleh karena itu, peserta
didik harus mengenal dirinya terlebih dahulu.
4.
Model
pembelajaran sekolah kerja berprinsip bahwa pendidikan tidak hanya untuk
kepentingan individu, tetapi demi kepentingan masyarakat.
5.
Model
pembelajaran individual didesain agar peserta didik belajar mandiri.
6.
Model
pembelajaran klasikal merupakan model yang dikenal paling efisien karena
seorang guru melakukan dua kegiatan sekaligus, yaitu mengelola kelas dan
memngelola pembelajaran.
F.
Hambatan
mengelola kelas
Dalam pelaksanaan
manajemen kelas akan ditemui berbagai factor penghambat. Hambatan tersebut bisa
dating dari guru sendiri, peserta didik, lingkungan keluarga ataupun
karena factor fasilitas. Hampir semua
pendidik ingin kelas yang dipegangnya lancar dan tidak ada hambatan. Namun
terkadang hambatan itu datang dari diri guru sendiri. Berikut 6 indikator
hambatan yang berasal dari dari guru itu sendiri:[10]
1.
Kontrol
dan batasan terhadap siswa sangat ketat, atau malah sangat longgar. Guru tidak
tegas dalam menjalankan peraturan kelas. Cenderung menjadi teman bagi siswa,
permisif atau serba boleh atau sama sekali tidak mau terlibat dengan siswa.
2.
Tempat
duduk siswa terlalu monoton tidak ada variasi. Hal ini menimbulkan kejenuhan
terhadap siswa, apalagi jika siswa mendapatkan tempat duduk yang kurang nyaman
baginya. Sebaiknya guru sesekali memvariasikan tempat duduk siswa untuk merubah
suasana agar siswa kembali semangat dan tidak jenuh.
3.
Siswa
melanggar aturan langsung dihukum saat itu, dan guru tidak mau mendengar penjelasan siswa, keputusan
semua berasal dari guru. Siswa mengalami kekurangan motivasi karena aspirasinya
tidak didengar.
4.
Seorang
guru yang professional dituntut untuk bersikap hangat, adil, objektif an
fleksibel sehingga terbina suasana emosional yang menyenangkan dalam proses
pembelajaran. Sikap yang bertentangan dengan kepribadian tersebut akan
menimbulkan masalah pengelolaan kelas.
5.
Terbatasnya
kemampuan guru tentang masalah pengelolaan.
6.
Terbatasnya
kesempatan guru untuk memahami tingkah laku peserta dan latar belakangnya dapat
disebabkan karena kurangnya usaha guru untuk dengan sengaja memahami peserta
didik dan latar belakangnya
7.
Tipe
guru yang otoriter dan kurang demokratis akan menumbuhkan sikap pasif pada
siswa. Komunikasi hanya satu arah dan kelas dianggap baik apabila keadaan kelas
sunyi dan tidak ada reaksi dari siswa. Saat guru menjelaskan, siswa hanya
mendengarkan karena guru tidak mau di interupsi sehingga tidak terjalin komunikasi
antara guru dan siswa.
8.
Tidak
ada minat dan perhatian terhadap siswa, dan terlalu memperhatikan emosi siswa
dari pada kesuksesannya dalam mengelola kelas. Guru tidak menerapkan disiplin
kepada siswa dan hanya memperhatikan siswa jika mereka berbuat negative. Guru
tidak memberi penghargaan bagi siswa yang berbuat positif.
9.
Tidak
kreatif, menggunakan metode yang sama setiap tahun, tidak ada variasi dan
inovasi serta tidak ada persiapan guru
untuk mengajar.
BAB III
PENUTUP
Kelas yang baik merupakan kelas yang
sengaja di setting untuk dapat melayani semua keperluan atau kebutuhan dari
pengguna kelas. Sehingga apa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berada di
dalamnya dapat terpenuhi. Kelas yang baik juga sangat memperhatikan
pencahayaan. Pencahayaan ruangan harus cukup serta tidak ada kebisingan. Karena
cahaya yang kurang dan kebisingan apat mengganggu proses belajar.
Dalam mengatur tempat duduk yang
paling penting adalah memungkinkan terjadinya tatap muka, dengan demikian guru
dapat mengonrol tingkah laku siswa Pengaturan tempat duduk akan mempengaruhi
kelancaran pengaturan proses pembelajaran. Guru juga dapat mengatur tempat
duduk siswanya, dan mengubahnya jika diperlukan sesuai dengan kebutuhan agar
tidak timbul kebosanan pada siswa. Sedangkan untuk dinding dan lantai ruangan sangat
disarankan warna yang dipilih adalah lembut, bukan cerah atau gelap.
Dalam mengelola kelas terdapat
banyak hambatan yang sebenarnya berasal dari guru itu sendiri yaitu :
1.
Kontrol
dan batasan terhadap siswa sangat ketat, atau malah sangat longgar.
2.
Tempat
duduk siswa terlalu monoton tidak ada variasi.
3.
Guru
tidak mau mendengar penjelasan siswa.
4.
Guru
tidak bersikap hangat, adil, objektif dan fleksibel.
5.
Terbatasnya
kemampuan guru tentang masalah pengelolaan.
6.
Terbatasnya
kesempatan guru untuk memahami tingkah laku peserta dan latar belakangnya.
7.
Tipe
guru yang otoriter dan kurang.
8.
Tidak
ada minat dan perhatian terhadap siswa
9.
Tidak
kreatif.
DAFTAR PUSTAKA
Chatib, Munif, Kelasnya Manusia:
Memaksimalkan Fungsi Otak Belajar dengan Manajemen Display Kelas, Kaifa
Fathurrohman,Pupuh, Strategi
Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami
Jones, Vern, Manajemen Kelas
Komprehensif, (Jakarta: Kencana Prenada, 2012)
Mudasir, Manajemen Kelas,
(Pekanbaru: Zanafa Publishing, 2011)
Umar, Bukhari, Ilmu Pendidikan
Islam, (Jakarta: Amzah, 2010),
Yamin, Martinis, Manajemen
Pembelajaran Kelas: Strategi Meningkatkan Mutu Pembelajaran, (Jakarta:
Gaung Persada Press, 2012)
http://liria1200183.blogspot.com/2013/06/makalah-manajemen-peserta-didik.html
[1] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010),
h. 27
[2] Mudasir, Manajemen Kelas, (Pekanbaru: Zanafa Publishing,
2011), h. 145
[3] http://liria1200183.blogspot.com/2013/06/makalah-manajemen-peserta-didik.html
[4] Jones, Vern, Manajemen Kelas Komprehensif, (Jakarta: Kencana
Prenada, 2012), h. 217
[5] Mudasir, opcit, h. 146
[6] Martinis Yamin, Manajemen Pembelajaran Kelas: Strategi Meningkatkan
Mutu Pembelajaran, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2012), h. 41
[7]Pupuh Fathurrohman, Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman
Konsep Umum dan Konsep Islami,
[8] Munif Chatib, Kelasnya Manusia: Memaksimalkan Fungsi Otak
Belajar dengan Manajemen Display Kelas, Kaifa, h. 80
[9] Mudasir, opcit, h. 149-150
[10] Mudasir, opcit, h.153
No comments:
Post a Comment