IDENTIFIKASI LINGKUNGAN BELAJAR FIQIH DALAM KONTEKS PENDEKATAN PAIKEM
A.
Pendahuluan
Pendidikan
merupakan kunci untuk semua kemajuan dan perkembangan yang berkualitas, sebab
dengan pendidikan manusia dapat mewujudkan semua potensi dirinya baik sebagai pribadi
maupun sebagai masyarakat. Dalam rangka mewujudkan potensi diri menjadi multi
kompetensi harus melewati proses pendidikan yang diimplementasikan dalam proses
pembelajaran.
Sebuah proses
pembelajaran mutlak diperlukan adanya sebuah strategi pembelajaran. Hal ini di
maksudkan agar pembelajaran tidak berlangsung seadanya. Pembelajaran haruslah
berlangsung dengan terencana. Salah satu pembelajaran yang belakangan ini
mencuat, dan di akui sebagai strategi pembelajaran yang inovatif serta dapat
menjadi solusi atas kemonotonan pembelajaran di kelas adalah strategi
pembelajaran PAIKEM.
Penerapan
PAIKEM di latarbelakangi oleh kenyataan bahwa model pembelajaran selama ini
cenderung membuat siswa merasa malas dan bosan dalam belajar, dimana siswa
hanya duduk pasif mendengarkan guru berceramah, tanpa memberikan reaksi apapun
kecuali mencatat dibuku tulis atas apa yang diucapkan oleh guru mereka,
terutama dalam pembelajaran fiqih. Hal ini berakibat pada kurang optimalnya
penguasaan materi fiqih pada diri peserta didik.
Dalam
menjalankan PAIKEM, maka dibutuhkanlah lingkungan belajar yang kondusif. Hal
ini dapat memperlancar terwujudnya tujuan pembelajaran PAIKEM terutama dalam
mata pelajaran fiqih. Oleh sebab itu perlu kiranya membahas identifikasi
lingkungan belajar fiqih dalam konteks pendekatan PAIKEM.
B.
Pengertian
PAIKEM
PAIKEM adalah
singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan.
Pembelajaran PAIKEM adalah sebuah pembelajaran yang memungkinkan peserta didik
untuk mengerjakan kegiatan yang beragam dalam rangka mengembangkan keterampilan
dan pemahamannya, dengan penekanan peserta didik belajar sambil bekerja,
sementara guru menggunakan berbagai sumber dan alat bantu belajar (termasuk
pemanfaatan lingkungan), supaya pembelajaran lebih menarik, menyenangkan dan
efektif.[1]
Aktif yang
dimaksud bahwa dalam proses pembelajaran fiqih, guru harus menciptakan suasana
sedemikian rupa sehingga peserta didik aktif bertanya dan mengemukakan gagasan
mengenai permasalahan dalam materi fiqih tersebut.
Inovatif yang
dimaksud adalah guru hendaknya menciptakan kegiatan-kegiatan atau program
pembelajaran yang sifatnya baru, tidak seperti yang biasanya dilakukan.
Misalnya pada saat materi shalat berjamaah, guru mengajak siswa ke sebuah
masjid yang bagus atau terkenal (karyawisata) namun tetap memberikan materi
tentang shalat berjamaah. Dalam karyawisata ke masjid tersebut, siswa harus
terlibat langsung untuk shalat berjamaah pada saat waktu shalat.
Kreatif
dimaksud agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi
berbagai tingkat kemampuan peserta didik. Sedangkan menyenangkan adalah suasana
belajar mengajar yang kondusif yang mampu menyenangkan peserta didik sehingga
mereka memusatkan pperhatian secara penuh pada pelajaran fiqih. Misalnya
sebelum memulai pelajaran kita adakan game yang mengasah otak, atau membuat
peserta didik bersemangat. Tak ada salahnya pada saat siswa mengerjakan tugas,
guru menyetel music untuk memberikan efek menyenangkan dan refreshing bagi
siswa.
C.
Pengertian
Lingkungan Belajar
Lingkungan
selalu mengitari manusia dari waktu ke waktu, sehingga antara manusia dan
lingkungan terdapat hubungan timbal balik dimana lingkungan mempengaruhi
manusia dan sebaliknya manusia juga mempengaruhi lingkungan. Begitu pula dalam
proses pembelajaran, lingkungan merupakan sumber belajar yang berpengaruh dalam
proses belajar dan perkembangan anak.
Lingkungan
belajar adalah tempat berlangsungnya kegiatan belajar yang mendapatkan pengaruh
dari luar terhadap keberlangsungan kegiatan tersebut. Lingkungan merupakan
sumber belajar memiliki pengaruh dalam proses pembelajaran. Lingkungan dalam
arti sempit adalah alam sekitar di luar diri individu atau manusia. Lingkungan
itu mencakup segala material dan stimulus di dalam dan di luar individu, baik
yang bersifat fisiologis, psikologis, maupun sosio-kultural.[2]
Lingkungan
belajar menurut Muhammad Saroni adalah ”Segala sesuatu yang berhubungan dengan
tempat proses pembelajaran dilaksanakan. Lingkungan ini mencakup dua hal utama,
yaitu lingkungan fisik danlingkungan sosial, kedua aspek lingkungan tersebut
dalam proses pembelajaran haruslah saling mendukung, sehingga siswa merasa
krasan di sekolah dan mau mengikuti proses pembelajaran secara sadar dan bukan
karena tekanan ataupun keterpaksaan”.
D.
Lingkungan
Belajar Fiqih dalam Konteks Pendekatan PAIKEM
Pada dasarnya
semua jenis lingkungan yang ada di sekitar anak dapat dimanfaatkan untuk
mengoptimalkan kegiatan pendidikan untuk anak usia dini sepanjang relevan
dengan kompetensi dasar dan hasil belajar yang bisa berupa lingkungan alam atau
lingkungan fisik, lingkungan sosial dan lingkungan budaya atau buatan.
Menurut E.
Mulyasa jenis-jenis yang dapat didayagunakan oleh pesera didik untuk
kepentingan pembelajaran, dapa diidentifikasikan sebagai berikut:[3]
1.
Lingkungan
yang meliputi faktor-faktor fisik, biologi, sosio ekonomi, dan budaya yang
berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung, dan berinteraksi dengan
kehidupan peserta didik.
2.
Sumber
masyarakat yang meliputi setiap unsur atau fasilitas yang ada dalam suatu
kelompok masyarakat.
3.
Ahli-ahli
setempat yang meliputi tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki pengetahuan khusus
dan berkaitan dengan kepentingan pembelajaran
Ada beberapa jenis lingkungan yang dapat penulis uraikan di bawah
ini, yaitu :[4]
1. Lingkungan alam
Lingkungan alam atau lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang
sifatnya alamiah, seperti sumber daya alam (air, hutan, tanah, batu-batuan),
tumbuh-tumbuhan dan hewan (flora dan fauna), sungai, iklim, suhu, dan
sebagainya.
Lingkungan alam sifatnya relatif menetap, oleh karena itu jenis
lingkungan ini akan lebih mudah dikenal dan dipelajari oleh anak. Sesuai dengan
kemampuannya, anak dapat mengamati perubahan-perubahan yang terjadi dan dialami
dalam kehidupan sehari-hari, termasuk juga proses terjadinya.
Dengan mempelajari lingkungan alam ini diharapkan anak akan lebih
memahami gejala-gejala alam yang terjadi dalam kehidupannya sehari-hari, lebih
dari itu diharapkan juga dapat menumbuhkan kesadaran sejak awal untuk mencintai
alam, dan mungkin juga anak bisa turut berpartisipasi untuk menjaga dan
memelihara lingkungan alam.
Dengan lingkungan alam, bisa memasukkan materi tentang makanan
halal dan haram, anak bisa langsung diajak melihat alam secara langsung. Bisa
juga pada pembahasan macam-macam air dengan melihat berbagai macam air yang
tersedia di alam secara langsung.
2. Lingkungan sosial
Selain lingkungan alam sebagaimana telah diuraikan di atas jenis
lingkungan lain yang kaya akan informasi bagi anak usia dini yaitu lingkungan
sosial. Hal-hal yang bisa dipelajari oleh anak dalam kaitannya dengan
pemanfaatan lingkungan sosial sebagai sumber belajar ini misalnya:
1. Mengenal adat istiadat
dan kebiasaan penduduk setempat di mana anak tinggal.
2. Mengenal jenis-jenis mata pencaharian penduduk di sektiar tempat
tinggal dan sekolah.
3. Mengenal
organisasi-organisasi sosial yang ada di masyarakat sekitar tempat tinggal dan
sekolah.
4. Mengenal kehidupan beragama yang dianut oleh penduduk sekitar
tempat tinggal dan sekolah.
5. Mengenal kebudayaan
termasuk kesenian yang ada di sekitar tempat tinggal dan sekolah.
6. Mengenal struktur
pemerintahan setempat seperti RT, RW, desa atau kelurahan dan kecamatan.
Pemanfaatan lingkungan sosial sebagai sumber belajar dalam kegiatan
pendidikan untuk anak, sebaiknya dimulai dari lingkungan yang terkecil atau
paling dekat dengan anak. Seperti contohnya dalam lingkungan keluarga. Melalui
lingkungan social, anak bisa mempelajari tata cara qurban pada saat idul adha,
karena lingkungan social yang mengadakan idul adha, serta manfaat dari qurban
untuk berbagi kepada sesama. Atau bisa juga pada materi macam-macam zakat dan
masih banyak materi yang dapat kita hubungkan atau dimanfaatkan dari lingkungan
social.
3. Lingkungan budaya
Di samping lingkungan sosial dan lingkungan alam yang sifatnya
alami, ada juga yang disebut lingkungan budaya atau buatan yakni lingkungan
yang sengaja diciptakan atau dibangun manusia untuk tujuan-tujuan tertentu yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia. Anak dapat mempelajari lingkungan buatan
dari berbagai aspek seperti prosesnya, pemanfaatannya, fungsinya,
pemeliharaannya, daya dukungnya, serta aspek lain yang berkenan dengan
pembangunan dan kepentingan manusia dan masyarakat pada umumnya.
Agar penggunaan lingkungan ini efektif perlu disesuaikan dengan
rencana kegiatan atau program yang ada. Dengan begitu, maka lingkungan ini
dapat memperkaya dan memperjelas bahan ajar yang dipelajari dan bisa dijadikan
sebagai laboratorium belajar anak.
Budaya masyarakat yang berbeda-beda dapat menjadi contoh secara
langsung pada materi fiqih, misalnya pada materi fiqih munakahat atau warisan,
dapa dimasukkan budaya-budaya masyarakat atau mencari tahu secara langsung
proses pernikahan berdasarkan budaya yang berbeda-beda.
Disamping jenis
lingkungan di atas, ada juga lingkungan yang cocok untuk belajar fiqih dalam konteks pendekatan PAIKEM yaitu:
1.
Lingkungan
Keluarga
Lingkungan keluarga merupakan media pertama dan utama yang
berpengaruh terhadap perilaku dalam perkembangan anak. Tujuan pendidikan secara
universal adalah agar anak menjadi mandiri, bukan hanya dapat mencari nafkahnya
sendiri, tapi juga bisa mengarahkan dirinya pada keputusannya sendiri untuk
mengembangkan semua kemampuan fisik, mental, sosial dan emosional yang dimilikinya,
sehingga dapat mengembangkan suatu kehidupan yang sehat dan produkif.[5]
Untuk itu dalam lingkungan rumah harus diciptakan kondisi yang
kondusif bagi anak, yaitu suatu suasana demokratis yang terbuka, saling
menyayangi, dan saling mempercayai serta tercipta suasana hidup yang agamis.
Komunikasi dua arah antara orang tua dan anak sangat penting dibangun bagi
perkembangan anak. Dengan landasan inilah anak akan berkembang menjadi pribadi
yang harmonis, yaitu anak lebih peka terhadap kebutuhan dan tuntutan
lingkungan, dan lebih sadar akan tujuan hidupnya, sehingga menjadi lebih
termotivasi dan lebih yakin dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
Suatu lingkungan keluarga baru dapat dikatakan berusaha memenuhi
tuntutan motivasi belajar, apabila keluarga tersebut dapat mengadakan
lingkungan yang kaya stimulasi mental, spiritual dan intelektual, dengan
mengusahakan suatu suasana dan sarana belajar yang memberikan kesempatan kepada
anak secara spontan dapat menyatakan dan memerhatikan diri terhadap berbagai kejadian
di dalam lingkungannya.[6]
Dalam mendidik anak, sekolah melanjutkan pendidikan anak-anak yang
telah dilakukan orang tua dirumah. Berhasil baik atau tidaknya pendidikan di
sekolah juga dipengaruhi oleh pendidikan di dalam keluarga. Pendidikan keluarga
adalah fundamen dari pendidikan anak selanjutnya. Hasil-hasil pendidikan yang
diperoleh anak dalam keluarga menentukan pendidikan anak itu selanjutnya, baik
di sekolah maupun dalam masyarakat.
Usaha-usaha pemupukan rasa iman atau pembelajaran fiqih harus sungguh-sungguh
mendapat perhatian dari keluarga, agar dapat tumbuh dan berkembang dengan
wajar. Usaha tersebut melalui pembiasaan, pembentukan pengertian dan akhirnya
pembentukan budi luhur.
Para taraf ini anak dapat diumpamakan sebagai bibit tanaman yang baru
tumbuh, maka ia memerlukan pemeliharaan yang serius dari gangguan-gangguan.
Anak mengenal Allah dengan perantaraan apa yang dilihat dan didengarnya dari
lingkungan keluarga, mula-mula diterimanya secara acuh tak acuh, akan tetapi
jika ia melihat keluarganya rajin shalat, maka terjadilah pengalaman agamis
dalam dirinya.[7]
Hal ini sangat memudahkan pada saat pembelajaran fiqih, dimana saat sekolah ia
bisa turut aktif karena telah dilihat dan dilakukannya dari kecil.
2.
Lingkungan
Sekolah
Lingkungan sekolah adalah lingkungan dimana kegiatan pembelajaran
berlangsung yang para siswanya dibiasakan dengan nilai-nilai tata tertib
sekolah dan nilai-nilai kegiatan pembelajaran berbagai bidang studi.[8] Dalam
lingkungan sekolah, ada beberapa factor yang mempengaruhi dan menunjang
terciptanya proses pembelajaran fiqih melalui pendekatan PAIKEM yaitu
metode mengajar, kurikulum, relasi guru
dengan siswa, disiplin sekolah, materi pelajaran, fasilitas.[9]
Metode mengajar guru yang bervariasi akan menciptakan anak yang
kreatif, aktif, inovatif, dan menyenangkan. Guru diharapkan mampu menyesuaikan
metode dengan materi yang akan disampaikan, begitu pula dalam penggunaan media.
Hubungan yang baik antar guru dan murid juga dapat membuat pembelajaran fiqih
lebih berarti.
Lingkungan sekolah juga harus diciptakan sekondusif mungkin untuk
menunjang proses pembelajaran fiqih. Seperti adanya mushalla atau masjid dalam
lingkungan sekolah, sehingga sekolah menjadi sumber belajar langsung dan tidak
hanya sekedar tempat formalitas.
3.
Lingkungan
Masyarakat
Lingkungan masyarakat adalah tempat orang-orang hidup bersama yang
berpengaruh besar terhadap perkembangan pribadi anak-anak.[10] Masyarakat
merupakan lingkungan belajar yang cocok untuk pendekatan PAIKEM. Kegiatan siswa
dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.[11]
Kegiatan kerohanian dalam masyarakat dapat menjadi lingkungan
belajar fiqih secara langsung, terutama organisasi seperti remaja masjid. Hal
ini akan berdampak baik bagi pembelajaran materi fiqih, karena ia tidak hanya
belajar teori tetapi langsung aplikasi. Serta teman bergaul termasuk lingkungan
belajar. Apabila seorang anak bergaul dengan teman-teman yang agamis dan
menerapkan pembelajaran fiqih sehari-hari, akan berdampak pada minat anak
tersebut. Hal inilah yang membuat proses pendidikan berjalan sepanjang hayat
karena ia merasa tidak terpaksa dalam belajar.
Jika ingin melihat dampak lingkungan belajar melalui masyarakat
bisa melalui materi jual beli bisa digunakan masyarakat sebagai lingkungan belajar,
karena masyarakat menjalankan proses jual beli. Anak dapat diajak terjun
langsung ke pasar untuk melihat proses jual beli.
E.
Kesimpulan
Pembelajaran
PAIKEM adalah sebuah pembelajaran yang memungkinkan peserta didik untuk
mengerjakan kegiatan yang beragam dalam rangka mengembangkan keterampilan dan
pemahamannya, dengan penekanan peserta didik belajar sambil bekerja, sementara
guru menggunakan berbagai sumber dan alat bantu belajar (termasuk pemanfaatan
lingkungan), supaya pembelajaran lebih menarik, menyenangkan dan efektif. Lingkungan
belajar adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat proses
pembelajaran dilaksanakan.
Beberapa lingkungan
belajar dalam konteks pendekatan PAIKEM yaitu:
1.
Lingkungan
Keluarga
2.
Lingkungan
Sekolah
3.
Lingkungan
Masyarakat
4.
Lingkungan
Alam
5.
Lingkungan
Sosial
6.
Lingkungan
Budaya
DAFTAR PUSTAKA
Alfiah, Hadist Tarbawiy
(Pendidikan Islam Tinjauan Hadist Nabi), (Pekanbaru: Mujtahadah Press,
2011)
Hartono, PAIKEM Pembelajaran
Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, (Pekanbaru: Zanafa
Publishing, 2012)
Mulyasa, Pengembangan dan
Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2013)
Purwanto, Ngalim, Ilmu Pendidikan
Teoritis dan Praktis, (Bandung: Rosda Karya, 2007)
Slameto, Belajar dan
Faktor-faktor yang mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010)
Tirtarahardja, Pengantar
Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005)
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan
Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2006)
Umar, Bukhari, Ilmu Pendidikan
Islam, (Jakarta: Amzah, 2010)
[1] Hartono, PAIKEM Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif,
dan Menyenangkan, (Pekanbaru: Zanafa Publishing, 2012), h. 9
[2] E. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013,
(Bandung: Remaja Rosda Karya, 2013), h. 213
[3] E. Mulyasa, opcit, h. 213
[4] http://yusufjayyidan.blogspot.com/p/jenis-jenis-lingkungan-belajar.html
[5] Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010),
h. 107
[6] Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung:
Rosda Karya, 2007), h. 78
[7] Alfiah, Hadist Tarbawiy (Pendidikan Islam Tinjauan Hadist Nabi),
(Pekanbaru: Mujtahadah Press, 2011), h. 241
[8] Tirtarahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta,
2005), h.65
[9] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2010), h. 64
[10] Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2006), h. 96
[11] Slameto, opcit, h. 70
No comments:
Post a Comment