BAB I
PENDAHULUAN
Pada mulanya jika mendengar istilah
nilai, maka akan terbayang angka-angka yang diperoleh sebagai hasil dari suatu mata
pelajaran tertentu. Nilai akan dianggap baik jika angka yang diperoleh dari
hasil evaluasi belajar tinggi. Atau bisa digunakan sebagai tolak ukur untuk
mengukur tinggi rendahnya hasil kerja. Dalam sosiologi nilai tidaklah
sesederhana itu. Jika dalam kehidupan
sosial terdapat orang berperilaku menyimpang dari pandangan umum masyarakat
tentang sesuatu yang dianggap baik tentu prilaku tersebut dinilai buruk.
Nilai merupakan kumpulan sikap
perasaan ataupun anggapan terhadap suatu hal tentang baik buruk, benar salah,
dll. Dalam konsep sosiologi, nilai-nilai tersebut mempengaruhi pembangunan
masyarakat.
Pembangunan menuju tahap hidup yang
lebih baik, kesehatan yang lebih baik, dan memperoleh pendidikian yang lebih
banyak. Terutama harus ada undang-undang yang menetapkan suatu pendidikan, yang
minimum, bagi orang-orang yang masih buta huruf. Lebih menekankan kepada yang
harus di hadapi, dan sebagai suatu alat yang dilalui untuk mendapat kemajuan.
Masyarakat harus dirangsang dan di bantu untuk maju dengan usaha-usaha dan
inisiatif sendiri-sendiri.[1]
Hal ini yang perlu dibahas secara
mendalam. Oleh karena itu penulis membuat makalah yang berjudul “Nilai-nilai
Sosial dan Pembangunan Masyarakat”.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Nilai-Nilai
Menurut
Horton dan Hunt, nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengalaman itu
berarti atau tidak berarti. Nilai pada hakikatnya mengarahkan pada perilaku dan
pertimbangan seseorang, tetapi ia tidak
menghakimi apakah sebuah perilaku tertentu itu salah atau benar.[2]
Nilai
merupakan bagian terpenting dari kebudayaan. Suatu tindakan dianggap sah jika
selaras dengan nilai yang disepakati dan dijunjung oleh masyarakat dimana
tindakan tersebut dilakukan. Ketika nilai berlaku menyatakan bahwa kesopanan
adalah sesuatu yang dijunjung tinggi, maka jika terdapat orang tidak sopan
tentu dianggap sebagai bentuk penyimpangan.
Nilai
sosial dapat didefinisikan sebagai suatu kesadaran plus emosi yang relatif lama
hilangnya terhadap suatu objek, gagasan atau orang.[3]
Nilai sebagai dasar untuk menyatukan bangsa yang majemuk. Dalam hal ini nilai
adalah konsep-konsep umum tentang sesuatu yang dianggap baik, patut, layak,
pantas yang keberadaannya dicita-citakan, diinginkan, dihayati dan dilaksanakan
dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi tujuan kehidupan bersama di dalam
kelompok masyarakat tersebut, mulai dari unit kesatuan sosial terkecil hingga
suku, bangsa, dan masyarakat internasional.[4]
Dari
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai adalah ciri sistem sebagai
suatu keseluruhan, dan bukan merupakan sekedar salah satu bagian komponen
belaka, yang mempunyai pengaruh tersendiri dalam kehidupan masyarakat tentang
pantas, layak atau baik buruknya suatu tindakan.
B.
Tingkatan-tingakatan Nilai-nilai
Sosial
Arnold
Green telah membuat sebuah klasifikasi untuk memahami tingakatan nilai sosial.
Tingkatan tersebut ditemukan didalam kepribadian seseorang yaitu :
1.
Perasaan (sentimen) yang abstrak
Pentingnya perasaan
abstrak, timbul dari kenyataan bahwa perasaan tersebut dipakai sebagai suatu
landasan bagi orang-orang untuk membuat kelompok. Perasaan itu juga merupakan
alat-alat yang mudah dipakai oleh seorang individu atau kelompok dalam
membenarkan atau mengesahkan sesuatu yang mereka ingin lakukan (tingkah laku).
Dalam kenyataannya,
banyak perasaan abstrak yang sifatnya kontradiktif yaitu perasaan tersebut
membenarkan suatu jenis tingkah laku menurut perasaan kedua. Kebanyakan manusia
dengan cepat akan melihat kepada perasaan yang membenarkan kepentingan sendiri pada
saat itu, tidak peduli apakah perasaan itu bertentangan atau tidak dengan
pendirian yang sudah diambil sebelumnya. [5]
Pada umumnya konflik
pada perasaaan abstrak manusia itu mengabaikan ketidak konsistennya, yang akan
bisa menghancurkan kepribadian seseorang bisa memisah-misahkan jalan pikiran
dan tingkah lakunya menjadi bagian-bagian yang kecil. Yang terakhir itu terjadi
mungkin karena dua macam sebab, yaitu : tingkah laku seseorang pada saat itu
sesuai dengan norma-norma kelompok masyarakat yang ditempati.
Norma adalah penjabaran
dari nilai-nilai yang lebih terperinci ke dalam bentuk tata aturan atau tata
kelakuan yang secara konstitusi, undang-undang, peraturan pemerintah, konvensi
dan aturan yang tidak tertulis lainnya.[6]
2.
Norma-norma moral
Norma
moral berasal dari bahasa latin mos
yang berarti adat, cara bertindak, kebiasaan. Norma moral berarti aturan bagi
kelakuan atau tidakan dan sekaligus ukuran apakah seseorang itu baik atau tidak
baik sebagai manusia.[7]
Norma-norma moral merupakan standar tingkah laku yang berfungsi sebagai patokan
interaksi sosial. Individu lebih menyadari norma-norma moral sebagai bagian
dari konsepsi dirinya dibandingkan dengan kesadarannya terhadap
perasaan-perasaan yang bersifat abstrak. Sebab norma moral menggambarkan
tuntutan khusus yang mendesak dari pihak kelompok agar ia bertindak menurut
suatu cara tertentu. [8]
Beberapa
norma moral yang berlaku di masyarakat[9]
:
a.
Norma agama yaitu ketentuan-ketentuan yang
bersumber dari ajaran-ajaran agama yang dianggap sebagai wahyu dari Tuhan yang
keberadaannya tidak boleh ditawar-tawar lagi.
b.
Norma kesopanan yaitu ketentuan-ketentuan hidup
yang sumbernya adalah pola-pola perilaku sebagai hasil interaksi sosial di
dalam kehidupan kelompok.
c.
Norma kesusilaan yaitu ketentuan-ketentuan yang
berasal dari hati nurani, yang produk
dari norma susila ini adalah moral.
d.
Norma hukum yaitu ketentuan-ketentuan hidup yang
berlaku dalam kehidupan sosial yang sumbernya adalah undang-undang yang dibuat
oleh lembaga formal kenegaraan.
Kebanyakan masyarakat
lebih mengutamakan norma moral dibandingkan perasaan abstrak, yang mungkin
merupakan kebalikan tingkah laku yang diharapkan. Akan tetapi tidak semua
norma-norma suatu kelompok dapat diterima oleh kelompok lainnya. Jadi norma
moral menduduki suatu tempat utama di dalam pola pembentukan corak kepribadian.
3.
Kedirian sebagai suatu sistem sosial
Kedirian timbul dari
pengalaman sosial, artinya kedirian tidak sepenuhnya timbul akibat orang lain.
Konsepsi kedirian sangat berpengaruh dalam hubungan masyarakat karena tingkah
laku individu berhubungan erat dengan kedirian sebagai suatu nilai sosial.
Tingkah laku, moral dan
etika dipandang sebagai sesuatu yang dapat memperlihatkan atau mencerminkan
kediriannya. Seseorang yang memiliki
tingkah laku, moral, dan etika yang sesuai dengan harapan masyarakat akan
mendapatkan suatu penghargaan yang dapat berupa pujian atau sebaliknya
seseorang yang melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan masyarakat akan
mendapatkan ganjaran. Tanpa adanya suatu penghargaan dari masyarakat, maka
individu tidak akan mengerti dengan moralitas serta kediriannya sendiri yang
mempengaruhi kepribadiannya.
C. Ciri-ciri dari Nilai-nilai
Ada
beberapa ciri-ciri dari nilai yang membedakannya dengan norma taupun yang
lainnya yaitu :[10]
1.
Nilai-nilai yang tercernakan
Nilai-nilai tersebut merupakan
suatu landasan bagi reaksi yang diberikan secara otomatis terhadap
situasi-situasi tingkah laku. Nilai-nilai yang tercernakan adalah nilai yang
dipandang dengan otomatis dapat dikatakan eksistensinya tidak dapat dipisahkan
dari si individu karena individu tidak merasa terbebani dengan adanya nilai
tersebut. Seseorang akan melakukan tingkah laku yang sesuai dengan statusnya.
2.
Nilai-nilai norma-norma yang dominan
Nilai-nilai norma-norma
yang dominan adalah nilai-nilai yang lebih diutamakan daripada nilai-nilai yang
dominan. Nilai-nilai yang dominan yang lebih pokok dianggap sebagai nilai-nilai
yang baik. Nilai tersebut ,membentuk suatu sistem nilai tertentu dalam
masyarakat. Nilai yang dominan berfungsi sebagai suatu latar belakang bagi
tingkah laku sehari-hari.
3.
Sifat dari sistem-sistem nilai
Sifat dari sistem-sistem
nilai tidak sama antara individu dengan individu, kelompok dengan kelompok,
bahkan satu tempat ke tempat lainnya. Pada waktu yang sama, variasi mempunyai
suatu hubungan tertentu dengan suatu teme normatif.
Suatu nilai inti
tertentu tidaklah mesti selalu diikuti oleh seiap orang atau setiap kelompok di
dalam masyarakat, tetapi anggota-anggota yang jumlahnya cukup besar dari
masyarakat menjunjung tinggi nilai itu sehingga membuat nilai tersebut menjadi
salah satu faktor penentu yang penting terhadap tingkah laku.
Seseorang yang berbicara
tentang sistem nilai, dibalik ucapannya terkandung suatu pengertian bahwa
nilai-nilai tersebut tidak hanya tersebar secara sembarangan melainkan
sebaliknya mengikuti serta menunjukkan serangkaian hubungan-hubungan yang tidak
bisa terjadi secara kebetulan.
BAB III
SIMPULAN
Nilai
adalah ciri sistem sebagai suatu keseluruhan, dan bukan merupakan sekedar salah
satu bagian komponen belaka, yang mempunyai pengaruh tersendiri dalam kehidupan
masyarakat tentang pantas, layak atau baik buruknya suatu tindakan.
Tingkatan-tingkatan
nilai-nilai sosial yaitu perasaan (sentimen) yang abstrak, norma-norma moral
dan kedirian sebagai suatu sistem sosial. Pentingnya perasaan abstrak, timbul
dari kenyataan bahwa perasaan tersebut dipakai sebagai suatu landasan bagi
orang-orang untuk membuat kelompok. Perasaan itu juga merupakan alat-alat yang
mudah dipakai oleh seorang individu atau kelompok dalam membenarkan atau
mengesahkan sesuatu yang mereka ingin lakukan (tingkah laku). norma moral
menduduki suatu tempat utama di dalam pola pembentukan corak kepribadian.
Kedirian
timbul dari pengalaman sosial, artinya kedirian tidak sepenuhnya timbul akibat
orang lain. Konsepsi kedirian sangat berpengaruh dalam hubungan masyarakat
karena tingkah laku individu berhubungan erat dengan kedirian sebagai suatu
nilai sosial.
Ada beberapa ciri-ciri nilai sosial
yaitu : nilai-nilai yang tercernakan, nilai-nilai norma-norma yang dominan, dan
sifat dari sistem nilai.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta : PT.
Rineka Cipta,2007)
Elly M. Setiadi, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial :
Teori, Aplikasi dan Pemecahannya, ( Jakarta : Prenada Kencana, 2011 )
J. Dwi
Narwoko, Sosiologi : Teks Pengantar dan
Terapan, (Jakarta : Kencana Prenada Group, 2004)
Muhammad Riifa’i, Sosiologi Pendidikan, (Yogyakarta :
Ar-Ruzz Media, 2011)
Sanapiah Faisal, Sosiologi Pendidikan, (Surabaya : Usaha
Nasional, 2010)
[1] Drs. H.
Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta
: PT. Rineka Cipta,2007)h. 104
[2] J. Dwi
Narwoko, Sosiologi : Teks Pengantar dan
Terapan, (Jakarta : Kencana Prenada Group, 2004)h. 45
[3]
Sanapiah Faisal, Sosiologi Pendidikan, (Surabaya : Usaha Nasional, 2010)h. 344
[4]
Elly M. Setiadi, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial :
Teori, Aplikasi dan Pemecahannya, ( Jakarta : Prenada Kencana, 2011 )h.119
[5] Sanapiah
Faisal, opcit, h.349
[6] Elly M.
Setiadi, opcit, h.129
[7] Ibid, h.
131
[8] Sanapiah
Faisal, opcit, h. 351
[9] Elly M.
Setiadi, opcit, h.133
[10] Ibid,
h. 356
No comments:
Post a Comment