BAB I
PENDAHULUAN
Guru
adalah seorang pendidik yang memiliki peranan sangat penting di dalam kehidupan
dan pembentukan bangsa, suatu negara mustahil tanpa adanya seorang guru. Guru
telah menjadi sebuah profesi yang sama pentingnya dengan petugas kesehatan.
Profesi seorang guru bukanlah profesi yang mudah. Guru juga memiliki aturan dan
batasan-batasan yang harus dipatuhi atau dijalankan.
Guru
Indonesia harus menyadari bahwa jabatan guru adalah suatu profesi yang
terhormat, terlindungi, bermartabat, dan mulia. Dalam mukadimah Kode Etik Guru
Indonesia disebutkan bahwa guru mengabdikan diri dan berbakti untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang
beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur dan
beradab.
Guru
Indonesia selalu tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar
dan pendidikan menengah. Mereka memiliki kehandalan yang tinggi sebagai sumber
daya utama untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakep, kreatif, mandiri
serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.[1]
Kode
Etik Guru Indonesia adalah merupakan pedoman sikap dan perilaku bertujuan
menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia dan bermartabat yang
dilindungi undang-undang.[2]
Hal inilah yang perlu dibahas, oleh sebab itu penulis membuat makalah yang
berjudul “Kode Etik Profesi Guru”
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kode Etik
Secara
harfiah “kode etik” berarti sumber etik. Etik artinya tata susila (etika) atau
hal-hal yang berhubungan dengan kesusilaan dalam mengerjakan suatu pekerjaan.
Jadi, “kode etik guru” diartikan aturan tata-susila keguruan. Maksudnya
aturan-aturan tentang keguruan (yang menyangkut pekerjaan-pekerjaan guru)
dilihat dari segi susila. Maksud kata susila adalah hal yang berkaitan dengan
baik dan tidak baik menurut ketentuan-ketentuan umum yang berlaku. Dalam hal
ini kesusilaan diartikan sebagai kesopanan, sopan santun dan keadaban.[3]
Menurut
Westby Gibson kode etik (guru) dikatakan sebagai suatu statement formal yang merupakan norma (aturan tata susila) dalam
mengatur tingkah laku guru. Sehubungan dengan itu maka tidaklah terlalu salah
kalau dikatakan bahwa kode etik guru merupakan semacam penangkal dari
kecenderungan manusiawi seorang guru yang ingin menyeleweng, agar tidak jadi
berbuat menyeleweng. Kode etik guru juga merupakan perangkat untuk mempertegas
atau mengkristalisasi kedudukan dan peranan guru serta sekaligus untuk
melindungi profesinya.[4]
Ilmu
adab atau etik (ethica) adalah ilmu yang mempelajari segala soal kebaikan (dan
keburukan) didalam hidup manusia umumnya, teristimewa yang mengenai gerak gerik
fikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan, sampai
mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan.
Etik
berasal dari ethos dan berarti watak, adab berarti keluhuran budi, ini
menimbulkan kehalusan / kesusilaan, baik yang bersifat batin maupun lahir.
Sebagai
ilmu kemanusiaan maka etik itu didalam mempelajari segala soal kebajikan dengan
sendirinya (mau tak mau) mendapat pengaruh besar daripada ilmu ketuhanan
(theologi) dan selalu berhubungan (saling mempengaruhi) dengan ilmu pendidikan
kehakiman.
Pengajaran
etika itu bermaksud memberi macam-macam pengajaran, agar adanya keharmonisan
antara pendidikan roahani dan jasmani. Kode etik jabatan guru adalah usaha
pendidikan mencapai cita-cita luhur bangsa dan negara Indonesia sebagaimana
temaktub dalam pembukaan UUD 1945 mutlak diperlukan sarana teraturdan tertib
untuk dijadikan pedoman yang merupakan tanggung jawab bersama.[5]
Menurut
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Pasal 28
Undang-Undang ini dengan jelas menyatakan bahwa “Pegawai Negeri Sipil mempunyai
Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di
luar kedinasan,” Dalam penjelasan Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa
dengan adanya Kode Etik ini, pegawai negeri sipil sebagai aparatur negara, abdi
negara dan abdi masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan
dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya,
dalam Kode Etik Pegawai Negeri Sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip pokok
tentang pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pegawai negeri. Dapat disimpulkan,
bahwa kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di dalam
melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari-hari.
Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII,
Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia
merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam
melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru (PGRI, 1973). Dari
pendapat Ketua Umum PGRI ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam Kode Etik
Guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yakni: Sebagai landasan moral dan
Sebagai pedoman tingkah laku.[6]
Kode
etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota
profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di
masyarakat.[7]
Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota profesi tentang
bagaimana mereka melaksanakan profesinya dan larangan-larangan, yaitu
ketentuan-ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan
oleh mereka, tidak saja dalam menjalankan tugas profesi mereka, melainkan juga
menyangkut tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam pergaulannya
sehari-hari di dalam masyarakat.
Kode
Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh
guru-guru Indonesia. Sebagai pedoman sikap dan prilaku dalam melaksanakan tugas
profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat dan warga negara setiap profesi
memilki kode etik profesi.[8]
B.
Tujuan
Kode Etik
Pada
dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk
kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum
tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut (R. Hermawan S, 1997) :[9]
a.
Untuk
menjunjung tinggi martabat profesi
Dalam
hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau
masyarakat, agar mereka jangan sampai memandang rendah atau remeh terhadap
profesi yang bersangkutan. Oleh karenanya, setiap kode etik suatu profesi akan
melarang berbagai bentuk tindak-tanduk atau kelakuan anggota profesi yang dapat
mencemarkannama baik profesi terhadap dunia luar. Dari segi ini, kode etik juga
seringkali disebut kode kehormatan.
b.
Untuk
menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
Yang
dimaksud kesejahteraan di sini meliputi baik kesejahteraan lahir (atau
material) maupun kesejahteraan batin (spiritual atau mental). Dalam hal
kesejahteraan lahir para anggota profesi, kode etik umumnya memuat
larangan-larangan kepada para anggotanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan
yang merugikan kesejahteraan para anggotanya. Dalam hal kesejahteraan batin
para anggota profesi, kode etik umumnya memberi petunjuk-petunjuk kepada para
anggotanya untuk melaksanakan profesinya.
Kode
etik juga sering mengandung peraturan-peraturan yang bertujuan membatasi
tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur bagi para anggota profesi dalam
berinteraksi dengan sesama rekan anggota profesi.
c.
Untuk
meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Tujuan
lain kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian
profesi, sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas
dan tanggung jawab pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu,
kode etik merumuskan ketentuan-ketentuanyang perlu dilakukan para anggota
profesi dalam menjalankan tugasnya.
d.
Untuk
meningkatkan mutu profesi
Untuk
meningkatkan mutu profesi kode etik juga memuat norma-norma dan anjuran agar
para anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para
anggotanya.
e.
Untuk
meningkatkan mutu organisasi profesi
Untuk
meningkatkan mutu organisasi profesi, maka diwajibkan kepada setiap anggota
untuk secara akif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan
kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi.
C.
Penetapan
Kode Etik
Kode etik hanya
dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat para anggotanya. Penetapan kode etik lazim
dilakukan pada suatu kongres organisasi
profesi. Dengan demikian, penetapan
kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang secara perorangan,
melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas nama
anggota-anggota profesi dari organisasi tersebut. Dengan demikian, jelas bahwa
orang-orang yang bukan atau tidak menjadi anggota profesi tersebut, tidak dapat
dikenakan aturan yang ada dalam kode etik tersebut. Kode etik suatu profesi
hanya akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam
menegakkan disiplin di kalangan profesi tersebut, jika semua orang yang
menjalankan profesi tersebut tergabung (menjadi anggota) dalam organisasi
profesi yang bersangkutan.
Apabila setiap
orang yang menjalankan suatu profesi secara otomatis tergabung di dalam suatu
organisasi atau ikatan profesional, maka barulah ada jaminan bahwa profesi
tersebut dapat dijalankan secara murni dan baik, karena setiap anggota profesi
yang melakukan pelanggaran yang serius terhadap kode etik dapat dikenakan
sanksi.[10]
D.
Sanksi
Pelanggaran Kode Etik
Sering juga kita
jumpai, bahwa ada kalanya negara mencampuri urusan profesi, sehingga hal-hal
yang semula hanya merupakan kode etik dari suatu profesi tertentu dapat
meningkat menjadi peraturan hukum atau undang-undang. Apabila halnya demikian,
maka aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku
meningkat menjadi aturan yang memberikan sanksi-sanksi hukum yang sifatnya
memaksa, baik berupa sanksi perdata maupun sanksi pidana.
Sebagai contoh
dalam hal ini jika seseorang anggota profesi bersaing secara tidak jujur atau
curang dengan sesama anggota profesinya, dan jika dianggap kecurangan itu
serius ia dapat dituntut di muka pengadilan. Pada umumnya, karena kode etik
adalah landasan moral dan merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan
maka sanksi terhadap kode etik adalah sanksi moral. Barang siapa melanggar kode
etik akan mendapat celaan dari rekan-rekannya, sedangkan sanksi yang dianggap
terberat adalah sipelanggar dikeluarkan dari organisasi profesi. Adanya kode
etik dalam suatu organisasi profensi tertentu, menandakan bahwa organisasi
profesi itu telah mantap.[11]
Sanksi terhadap
pelanggaran kode etik diberlakukan bagi anggota dengan menggunakan sanksi
organisasi profesi, misalnya dilarang mengajar, atau melakukan aktivitas di
dunia pendidikan, atau bahkan diberi tindakkan pidana atau perdata jika secara
lebih jauh melanggar undang-undang tertentu.[12]
E.
Kode
Etik Guru Indonesia
Kode Etik Guru
Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan
baik dan sistematik dalam suatu sistem
yang utuh dan bulat. Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai landasan
moral dan pedoman tingkah laku dan setiap guru warga PGRI dalam menunaikan
tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta
dalam kehidupan sehari-hari di dalm masyarakat. Dengan demikian, maka Kode Etik
Guru Indonesia merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan sikap
profesional para anggota profesi keguruan.
Sebagaimana
halnya dengan profesi lainnya, Kode Etik Guru Indonesia ditetapkan dalam suatu
kongres yang dihadiri oleh seluruh utusan Cabang dan Pengurus Daerah PGRI dari
seluruh penjuru tanah air, pertama dalam Kongres XIII di Jakarta tahun 1973,
dan kemudian disempurnakan dalam Kongres PGRI XVI tahun 1989 juga di Jakarta.
Adapun teks Kode Etik Guru Indonesia yang telah disempurnakan tersebut adalah
sebagai berikut:[13]
KODE
ETIK GURU INDONESIA
Guru Indonesia menyadari, bahwa
pendikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa, dan
negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila
dan setiap pada Undang-Undang Dasar 1945, turt bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia
terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai
berikut:[14]
1.
Guru berbakti membimbing anak didik
seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
§ Guru
menghormati hak individu, Agama dan Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dari
anak didiknya masing-masing.
§ Guru
menghormati dan membimbing kepribadian anak didiknya.
§ Guru
menyadari bahwa Intelegensi, Moral dan Jasmani adalah tujuan utama pendidikan.
§ Guru
melatih anak didik memecahkan masalah-masalah dan membina daya kreasinya agar
dapat menunjang masyarakat yang sedang membangun.
§ Guru
membantu sekolah di dalam usaha menanamkan pengetahuan ketrampilan kepada anak
didik.
2.
Guru memiliki kejuruan profesionil dalam
menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
§ Guru
menghargai dan memperhatikan perbedaan dan kebutuhan anak didiknya
masing-masing.
§ Guru
hendaknya flexible di dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak
didiknya masing-masing.
§ Guru
memberi pelajaran di dalam dan di luar sekolah berdasarkan kurikulum dan
berlaku secara baik tanpa membeda-bedakan jenis dan posisi sosial orang tua muridnya.
3.
Guru mengadakan komunikasi, terutama
dalam memperoleh informasi, tentang anak didik tetapi menghindarkan diri dari
segala bentuk penyalahgunaan.
§ Komunikasi
guru dan anak didik di dalam dan di luar sekolah dilandaskan pada rasa kasih
sayang.
§ Untuk
berhasilnya pendidikan, guru harus mengetahui kepribadian anak dan latar
belakang keluarganya.
§ Komunikasi
hanya diadakan semata-mata untuk kepentingan pendidikan anak didik.
4.
Guru menciptakan suasana kehidupan
sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid dengan sebaik-baiknya
bagi kepentingan anak didik.
§ Guru
menciptakan suasana kehidupan sekolah sehingga anak didik betah berada dan
belajar di sekolah.
§ Guru
menciptakan hubungan baik dengan orang tua sehingga dapat terjalin pertukaran
informasi timbal balik untuk kepentingan anak didik.
§ Guru
senantiasa menerima dengan dada lapang setiap kritik membangun yang disampaikan
orang tua murid/masyarakat terhadap kehidupan sekolahnya.
5.
Guru memelihara hubungan baik dengan
orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa
tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
§ Guru
memperluas pengetahuan masyarakat mengenai Profesi Keguruan.
§ Guru
harus berperan agar dirinya dan sekolahnya dapat berfungsi sebagai pembaharu
bagi kehidupan dan kemajuan daerahnya.
§ Guru
turut bersama-sama masyarakat sekitarnya di dalam berbagai aktivitas.
6.
Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan
mutu dan martabat profesinya
§ Guru
melanjutkan studinya dengan :
-
Membaca buku-buku
-
Mengikuti seminar, konperensi dan
pertemuan-pertemuan pendidikan dan keilmuan lainnya.
-
Mengikuti penataran
-
Mengadakan kegiatan-kegiatan penelitian
§ Guru
selalu bicara, bersikap dan bertindak sesuai dengan martabat profesinya.
7.
Guru memelihara hubungan seprofesi,
semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
§ Guru
senantiasa saling bertukar informasi, pendapat, saling menasehati dan bantu-
membantu satu sama lain baik dalam hubungan kepentingan pribadi maupun dalam
penunaian tugas profesi.
§ Guru
tidak melakukan tindakkan-tindakan yang merugikan nama baik rekan-rekan
seprofesinya dan menunjang martabat guru baik secara pribadi maupun secara
keseluruhan.
8.
Guru secara bersama-sama memelihara dan
meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
§ Guru
menjadi anggota dan membantu organisasi guru yang bermaksud membina profesi dan
pendidikan pada umumnya.
§ Guru
senantiasa berusaha terciptanya persatuan di antara sesama pengabdian
pendidikan.
§ Guru
senantiasa berusaha agar menghindarkan diri dari sikap-sikap, ucapan-ucapan dan
tindakkan-tindakkan yang merugikan organisasi
9.
Guru melaksanakan segala kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang pendidikan.
§ Guru
senantiasa setia terhadap kebijaksanaan dan ketentuan-ketentuan pemerintah
dalam bidang pendidikan.
§ Guru
melakukan tugas profesinya dengan disiplin dan rasa pengabdian.
§ Guru
berusaha membantu menyebarkan kebijaksanaan dan program pemerintah dalam bidang
pendidikan kepada orang tua murid dan masyarakat sekitarnya.
§ Guru
berusaha menunjang terciptakannya kepemimpinan pendidikan di lingkungan atau di
daerah sebaik-baiknya.[15]
F.
Rumusan
Kode Etik Guru
Berikut ini disajikan
substansi utama KEGI. KEGI ini merupakan hasil rumusan Konferensi Pusat
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Pada bagian lampiran juga dimuat
tentang DKGI.
Oleh karena itu,
meski banyak organisasi guru di Indonesia, KEGI ini mestinya mejadi Kode Etik
tunggal untuk siapa saja yang menyandang profesi guru. Artinya, organisasi guru
dengan keanggotaan “lebih sedikit” harus “tunduk” pada Kode Etik yang
dikembangkan oleh organisasi sejenis dengan keanggotaan terbesar. Disamping
itu, PGRI merupakan organisasi pertama yang telah secara komprehensif
merumuskan KEGI dan DKGI. Berikut ini disajikan substansi esensial dari KEGI
dimaksud.[16]
1)
Hubungan Guru dengan Peserta Didik
§ Guru
berprilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, serta mengevaluasi proses dan hasil
pembelajaran.
§ Guru
membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan hak-hak
dan kewajibannya sebagai individu, wrga sekolah, dan anggota masyarakat.
§ Guru
menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan
proses kependidikan.
§ Guru
menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan
menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah
pendidikan.
§ Guru
bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
2)
Hubungan Guru dengan Orangtua/Wali Siswa
§ Guru
berusaha membina hubungan kerjasama yangh efektif dan efisien dengan
orangtua/wali siswa dalam melaksanakan proses pendidikan.
§ Guru
memberikan informasi kepada orangtua/wali siswa secara jujur dan objektif mengenai
perkembangan peserta didik.
§ Guru
merahasiakan informasi setiap pesrta didiik kepada orang lain yang bukan
orangtua/walinya.
§ Guru
berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan
kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
3)
Hubungan Guru dengan Masyarakat
§ Guru
menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif, dan efisien dengan
masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.
§ Guru
mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan meningkatkan
kualitas pendidikan dan pembelajaran.
§ Guru
peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
§ Guru
memberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum,
moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.
4)
Hubungan Guru dengan Sekolah dan Rekan
Sejawat
§ Guru
memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah.
§ Guru
memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan
proses pendidikan.
§ Guru
menciptakan suasana sekolah yang kondusif
§ Guru
menciptakan suasana kekeluargaan di dalam dan di luar sekolah.
§ Huru
menghormati teman sejawat
§ Guru
saling membimbing antarsesama rekan sejawat
§ Guru
mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidah-kaidah agama,
moral, kemanusiaan, dan martabat profesional.
5)
Hubungan Guru dengan Profesi
§ Guru
menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi.
§ Guru
berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan bidang studi
yang diajarkan.
§ Guru
terus menerus meningkatkan kompetensinya.
§ Guru
menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggung jawab, inisiatif individual,
dan integritas dalam tindakan-tindakan profesionalnya.
§ Guru
tidak boleh mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan
tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan
pembelajaran.
6)
Hubungan Guru dengan Organisasi
Profesinya
§ Guru
menjadi anggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam
melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan.
§ Guru
memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi
kepentingan kependidikan.
§ Guru
tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh
keuntungan pribadi dari organisasi profesinya.
§ Guru
tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisiasi profesi
tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.
7)
Hubungan Guru dengan Pemerintah
§ Guru
memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan
sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
UU Tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan perundang-undangan lainnya.
§ Guru
membantu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan yang berbudaya.
§ Guru
berusaha menciptakan, memelihara dan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
§ Guru
tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan
pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.
§ Guru
tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada
kerugian negara.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII,
Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia
merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam
melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru (PGRI, 1973). Dari
pendapat Ketua Umum PGRI ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam Kode Etik
Guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yakni: Sebagai landasan moral dan
Sebagai pedoman tingkah laku.
Kode
etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota
profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di
masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota
profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan profesinya dan larangan-larangan,
yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau
dilaksanakan oleh mereka, tidak saja dalam menjalankan tugas profesi mereka,
melainkan juga menyangkut tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam
pergaulannya sehari-hari di dalam masyarakat.
Kode
Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru
Indonesia. Sebagai pedoman sikap dan prilaku dalam melaksanakan tugas profesi
sebagai pendidik, anggota masyarakat dan warga negara setiap profesi memilki
kode etik profesi.
Sanksi
terhadap pelanggaran kode etik diberlakukan bagi anggota dengan menggunakan
sanksi organisasi profesi, misalnya dilarang mengajar, atau melakukan aktivitas
di dunia pendidikan, atau bahkan diberi tindakkan pidana atau perdata jika
secara lebih jauh melanggar undang-undang tertentu.
B.
Saran
Kepada
para pendidik agar dapat mematuhi kode etik profesi yang telah ada dan kepada
calon guru agar dapat memahami apa yang terkandung di dalam kode etik dan
menjadi pembelajaran berharga yang kelak harus diamalkan dan ditaati.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Rusman, M.Pd, Model-Model Pembelajaran, PT. Grafindo Persada, Jakarta: 2011
Dr. Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan, PT. Gunung Agung, Jakarta: 1984
Oteng Sutisna, Administrasi pendidikan: dasar teoretis untuk praktek profesional, Angkasa,
1989
Prof. Dr. H. Sudarwan Danim, Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru, Alfabeta, Bandung: 2010
Sadirman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, PT Raja Grasindo, Jakarta:
2010
Team Didaktik Metodik, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, CV
Rajawali, Jakarta: 1981
http://32mine.blogspot.com/2010/03/maksud-dan-tujuan-kode-etik.html
[1] Prof.
Dr. H. Sudarwan Danim, Profesionalisasi
dan Etika Profesi Guru, Alfabeta, Bandung: 2010 hal 98
[2] Dr.
Rusman, M.Pd, Model-Mode Pembelajaran, PT.
Grafindo Persada, Jakarta: 2011 hal 36
[3]
Ibid,h.38
[4] Sadirman
A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar, PT Raja Grasindo, Jakarta: 2010, hal 151-152
[5] Team
Didaktik Metodik, Pengantar Didaktik
Metodik Kurikulum PBM, CV Rajawali, Jakarta: 1981 hal 16-17
[6] ibid
[7] ibid
[8] Dr.
Rusman, M.Pd, Model-Model Pembelajaran,
PT. Grafindo Persada, Jakarta: 2011, hal 32
[9] Prof.
Soetjipto dan Drs. Raflis Koasasi, M.Sc, Op. Cit, hal 30-32
[10] Ibid,
hal 32-33
[11] Ibid,
hal 33
[12] Dr.
Rusman, M.Pd, Model-Model Pembelajaran,
PT. Grafindo Persada, Jakarta: 2011, hal 33
[13] ibid
[14] Prof.
Soetjipto dan Drs. Raflis Kosasi, Op. Cit, hal 34
[15] Dr.
Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan, PT.
Gunung Agung, Jakarta: 1984 hal 142-145
[16] Prof.
Dr. H. Sudarwan Danim,opcit, hal 101-108
No comments:
Post a Comment