STERILISASI
DAN IUD DALAM PANDANGAN ISLAM
Oleh: Fitria Rosdiana, Lisdianti, dan Supandi
A. Latar Belakang
Pada dasarnya Islam menyukai banyaknya keturunan di kalangan umatnya. Namun,
Islam pun mengizinkan kepada setiap muslim untuk mengatur keturunan apabila
didorong oleh alasan kuat. Hal yang masyhur digunakan pada zaman rasulullah
untuk mengatur kelahiran adalah dengan azl. Sekarang lazim dikenal dengan
pengaturan kelahiran atau Keluarga Berencana (KB).
Ada berbagai pertimbangan yang harus diperhatikan dalam berkeluarga
termasuk mengenai perencanaan tentang pengaturan jumlah anak (KB), agar dapat
menghasilkan keturunan yang berkualitas, diantaranya terpenuhi pendidikan,
ekonomi dan mempertimbangkan kesehatan si ibu, memelihara jiwa dan
melindunginya dari berbagai ancaman berarti memelihara eksistensi kehidupan
umat manusia.
Namun adakalanya, tidak semua orang merasa senang dan bahagia dengan
setiap kelahiran yang tidak direncanakan, karena faktor kemiskinan, hubungan di
luar nikah dan alasan-alasan lainnya. Dan tidak semua orang nyaman atau cocok
dengan alat kontrasepsi yang telah dibenarkan dalam Islam. Terkadang orang hanya
memikirkan cara yang instan yang dapat menghindarinya dari mempunyai keturunan.
Sesuai dengan kemajuan peradaban, ilmu pengetahuan dan teknologi, telah banyak
hadir alat yang dapat menghidari seseorang dari mempunyai keturunan. Oleh sebab
itu, penulis akan membahas “Sterilisasi dan IUD dalam Perspektif Islam.”
B. Pengertian
Sterilisasi dan IUD
1. Sterilisasi
Steriliisasi ialah memandulkan lelaki atau wanita dengan
jalan operasi (pada umumnya) agar tidak dapat menghasilkan keturunan.
Sterilisasi berbeda dengan cara-cara/alat-alat kontrasepsi lainnya yang pada
umumnya hanya bertujuan menghindari/menjarangkan kehamilan untuk sementara
waktu saja. Sedangkan sterilisasi ini. Sekalipun secara teori orang yang
disterilisasikan masih bisa dipulihkan lagi (reversable), tetapi para ahli
kedokteran mengakui harapan tipis sekali untuk bisa berhasil.[1]
Sterilisasi pada lelaki disebut vasektomi atau vas ligation.
Caranya ialah memotong saluran mani (vas deverens) kemudian kedua ujungnya
diikat, sehingga sel sperma tidak dapat mengalir keluar penis (urethra).
Sterilisasi lelaki termasuk operasi ringan tidak memerlukan perawatan di rumah
sakit dan tidak mengganggu kehidupan seksual. Lelaki tidak kehilangan sifat
kelakiannya karena operasi. Nafsu seks dan potensi lelaki tetap, wan waktu
melakukan koitus, terjadi pula ejakulasi, tetapi yang terpancar hanya semacam
lendir yang tidak mengandung sel sperma.[2]
Lelaki yang disterilisasikan itu testis-nya masih tetap
berfungsi, sehingga lelaki masih mempunyai semua hormon yang diperlukan, juga
kepuasan seks tetap sebagaimana biasa, demikian pula kelenjar-kelenjar yang
membuat cairan putih tidak berubah sehingga pada waktu puncak kenikmatan seks
(orgasme), cairan putih masih keluar dari penis.[3]
Sterilisasi pada
wanita disebut tubektomi atau tubal ligation. Caranya ialah dengan memotong
kedua saluran sel telur (tuba palupii) dan menutup kedua-duanya, sehingga sel
telur tidak dapat keluar dan sel sperma tidak dapat pula masuk bertemu dengan
sel telur, sehingga tidak terjadi kehamilan.
2. IUD
Orang pertama-tama menciptakan IUD, ialah Richter dari
Polandia pada tahun 1909. Kemudian Grafenberg dari Jerman pada tahun 1929.
Bentuknya seperti cincin dari logam dan dikelilingi dengan benang sutera.
Karena banyak terjadi infeksi pada waktu itu, maka metode ini ditinggalkan.
Kemudian akhir-akhir ini dengan memakai bahan plastik seperti polithelene,
metode IUD ini dikembangkan dan disempurnakan, baik mengenai bentuknya maupun
mengenai bahannya sesuai dengan kemajuan teknologi. Dan dari hasil
percobaan-percobaan/pengalaman-pengalaman, ternyata IUD sebagai alat
kontrasepsi sangat efektif (kegagalan menurut Prof. Hanifa Wiknyosastro hanya 1
– 1,5% dan survai di Malang 4% yang gagal dari IUD).
IUD dipasang 2 atau 3 hari sesuah haid atau 3 bulan sesudah
melahirkan dan pemasangannya harus dilakukan oleh tenaga yang telah terlatih,
serta perlu adanya kontrol sesudah pemasangan. Dengan alat IUD ini bisa timbul
side effect atau komplikasi, seperti pendarahan, mules-mules. Alat keluar
spontan, tetapi tidak bahaya.
C. Dasar Hukum
1. Alquran
wur ß#ø)s? $tB }§øs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ íOù=Ïæ 4 ¨bÎ) yìôJ¡¡9$# u|Çt7ø9$#ur y#xsàÿø9$#ur @ä. y7Í´¯»s9'ré& tb%x. çm÷Ytã Zwqä«ó¡tB ÇÌÏÈ
Artinya : “Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra’: 36)
2. Hadist
Bersabda Rasulullah SAW, “Janganlah laki-laki melihat aurat
laki-laki lain dan janganlah bersentuhan seorang laki-laki dengan laki-laki
lain di bawah sehelai selimut, dan tidak pula seorang wanita dengan wanita lain
di bawah satu kain (selimut).” (Hadits riwayat Ahmad, Muslim, Abu Daud, dan
Tirmidzi)
D. Sterilisasi dan
IUD dalam Pandangan Islam
1. Sterilisasi
Sterilisasi baik untuk lelaki (vasektomi) maupun untuk wanita
(tubektomi) sama dengan abortus, bisa berakibat kemandulan, sehingga yang
bersangkutan tidak lagi mempunyai keturunan. Karena itu, International Planned
Parenthood Federation (IPPF) tidak menganjurkan kepada negara-negara anggotanya
termasuk Indonesia untuk melaksanakan sterilisasi sebagai alat/cara
kontrasepsi, IPPF hanya menyerahkan kepada negara-negara anggotanya untuk
memilih cara/alat kontrasepsi mana yang dianggap cocok dan baik untuk
masing-masing. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia secara resmi tidak pernah
menganjurkan rakyat Indonesia untuk melaksanakan KB, karena melihat akibat
sterilisasi (pemandulan seterusnya) dan menghormati aspirasi umat Islam di
Indonesia.
Islam hanya membolehkan sterilisasi lelaki/wanita karena
semata-mata alasan medis. Selain alasan medis, seperti banyak anak atau
kemiskinan tidak dapat dijadikan alasan untuk sterilisasi. Tetapi ia dapat
menggunakan cara-cara/alat-alat kontrasepsi yang diizinkan oleh Islam, seperti
kondom, oral pill, vagina tablet, vagina pasta, dan sebagainya.
Sterilisasi baik untuk lelaku (vasektomi), maupun untuk
wanita (tubektomi) menurut Islam pada dasarnya haram (dilarang), karena ada
beberapa hal yang prinsipal, ialah:[4]
1. Sterilisasi
(vasektomi/tubektomi) berakibat pemandulan tetap. Al ini bertentangan dengan
tujuan pokok perkawinan menurut Islam, yakni perkawinan lelaki dan wanita
selain bertujuan untuk mendapatkan kebahagiaan suami istri dalam hidupnya di
dunia dan di akhirat, juga untuk mendapatkan keturunan yang sah yang diharapkan
menjadi anak yang sholeh sebagai penerus cita-citanya.
2. Mengubah
ciptaan Tuhan dengan jalan memotong dan menghilangkan sebagian tubuh yang sehat
dan berfungsi (saluran mani/telur)
3. Melihat
aurat orang lain (aurat besar)
Pada prinsipnya Islam melarang orang melihat aurat orang lain, meskipun
sama jenis kelaminnya. Tetapi apabila suami isteri dalam keadaan yang sangat
terpaksa (darurat/emergency), seperti untuk menghindari penurunan penyakit dari
bapak/ibu terhadap anak keturunannya yang bakal lahir, atau terancamnya jiwa si
ibu bla ia mengandung atau melahirkan bayi, maka sterilisasi diperbolehkan oleh
Islam. Hal ini berdasarkan kaidah hukum Islam yang menyatakan:
Artinya : Keadaan darurat itu membolehkan
hal-hal yang dilarang.
Apabila melihat aurat itu diperlukan untuk kepentingan
medis (pemeriksaan kesehatan, pengobatan, operasi, dan sebagainya), maka sudah
tentu Islam membolehkan, karena keadaan semacam ini sudah sampai ke tingkat
darurat, sehingga tanpa ada pembatasan aurat kecil atau besar, asal benar-benar
diperlukan untuk kepentingan medis dan melihat sekadarnya saja atau seminimal
mungkin. Hal ini berdasarkan kaidah hukum Islam yang menyatakan:
Artinya : Sesuatu yang diperbolehkan
karena terpaksa, adalah menurut kadar halangannya.
2. IUD
IUD menurut pandangan Islam fatwa
hukum dari ulama dan cendikiawan muslim di Indonesia dalam Musyawarah ulama
terbatas mengenai “KB dipandang dari hukum syariat islam” pada bulan juni 1972
yang memutuskan bahwa, “pemakaian IUD
dan sejenisnya tidak dapat dibenarkan, selama masih ada obat-obat dan
alat-alata lain, karena untuk pemasanaganya atau pengontrolanya harus dilakukan
dengan melihat aurat besar wanita, hal ini diharamkan dalam syariat islam, kecuali
dalam keadaan dorurot”.[5]
Kemudian musyawarah ulama nasional tentang kependudukan, kesehatan, dan
pembangunan memutuskan antara lain “penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim
(IUD) dalam pelaksanaan KB dapat dibenarkan jika pemasangan dan pengontrolanya
dilakukan oleh tenaga medis atau para medis wanita, atau jika terpaksa dapat
juga dilakukan oleh tenaga medis pria dengan didampingi oleh suami atau wanita
lain”.[6]
Menghadapi hal-hal tersebut, yang
kesemuanya masih bersifat subhat atau mutasyabihat artinya yang masih belum
jelas hukumnya, kita harus bersikap hati-hati selama cara kerja IUD belum
jelas. Sepenuhnya ditandai dengan adanya perbedaan pendapat dikalangna ahli
kedokteran yang tidak bisa dikompromikan hingga sekarang. Tentang mekanisme IUD
dan sifatnya apakah abortif atau kontraseptif. maka IUD sebagai alat
kontraseptif tidak digunakan oleh islam kecuali benar-benar dalam keadaan
darurat.[7]
E. Motivasi dan
Cara Pelaksanaanya
Dilaksanakan sterilisasi
karena dilandasi oleh beberapa factor antara lain :
a. Indikasi Medis; yaitu
dilakukan pada wanita yang mengidap penyakit yang dianggap berbahaya baginya
dan apabila anaknya apabila hamil
b. Sosio Ekonomi; yaitu dilakukan, karena suami istri tidak sanggup
memenuhi kewajiban bila mereka melahirkan anak, karena terlalu miskin.
c. Permintaan sendiri; yaitu
dilakukan karena permintaan oleh yang bersangkutan, meskipun ia tergolong mampu
ekonominya. Karena mungkin istri atau suaminya ingin mengarahkan kegiatannya
yang lebih banyak di luar rumah tangganya, maka ia tidak ingin mempunyai anak.[8]
Ada beberapa cara yang sering
dilakukan dalam proses strelisasi wanita; antara lain:[9]
a. Cara Radiasi; yaitu merusak ovarium, sehingga tidak dapat lagi
menghasilkan hormon-hormon, yang mengakibatkan wanita menjadi menupause
b.
Cara Operatif, yang terdiri dari
beberapa teknik, antara lain:
1) Ovarektomi; yaitu mengangkat atau memiringkan
kedua ovarium, yang efeknya sama dengan cara radiasi;
2) Tubektomi, yaitu mengangkat seluruh tuba agar
wanita tidak bisa hamil lagi, karena saluran tersebut sudah bocor.
3) Ligasi Tuba;
yaitu mengikat tuba, sehingga tidak dapat lagi dilewati ovum (sel-sel telur).
4) Cara Penyumbatan Tuba, yaitu
menggunakan zat-zat kimia untuk menyumbat lubang tuba, dengan teknik suntikan.
Mengenai cara yang biasa
dilakukan dalam proses sterilisasi pria, adalah vasektomi; dengan teknik
membedah dan membuka vas (bagian dalam buah pelir), kemudian diikat atau
dijepit, agar tidak dilewati lagi sperma.[10]
Sedangkan cara kerja IUD
yaitu IUD Andalan akan mencegah
pelepasan sel telur sehingga tidak akan terjadi pembuahan. Selain itu
mengurangi mobilitas sperma agar tidak dapat membuahi sel telur serta mencegah
sel telur yang telah dibuahi menempel pada dinding rahim.[11]
Waktu penggunaannya 10 tahun. Tingkat keberhasilannya 99%. Keuntungannya adalah
praktis dan ekonomis, angka kegagalan kecil, kesuburan segera kembali ketika
alat itu dikeluarkan, tidak mengganggu pemberian ASI. Sementara kerugiannya
yaitu dapat keluar sendiri jika tidak cocok dengan ukuran rahim.[12]
F. Kesimpulan
Steriliisasi ialah
memandulkan lelaki atau wanita dengan jalan operasi (pada umumnya) agar tidak
dapat menghasilkan keturunan. Sterilisasi pada lelaki disebut vasektomi atau
vas ligation. Caranya ialah memotong saluran mani (vas deverens) kemudian kedua
ujungnya diikat, sehingga sel sperma tidak dapat mengalir keluar penis
(urethra). Sterilisasi pada wanita
disebut tubektomi atau tubal ligation. Caranya ialah dengan memotong kedua
saluran sel telur (tuba palupii) dan menutup kedua-duanya, sehingga sel telur
tidak dapat keluar dan sel sperma tidak dapat pula masuk bertemu dengan sel
telur, sehingga tidak terjadi kehamilan.
IUD diciptakan oleh
Richter dari polandia pada tahun 1909 dan kemudian oleh Grafenberg dari Jerman
pada tahun 1929. Pada awalnya bentuk IUD seperti cincin dari logam dan
dikelilingi benang sutera, kemudian sesuai dengan perkembangan zaman metode IUD
dikembangkan dan disempurnakan kembali, baik dari bentuk maupun bahannya. IUD
dipasang dua atau tiga hari sesudah haid atau tiga bulan sesudah melahirkan dan
pemasangannya harus dilakukan oleh tenaga terlatih.
Islam hanya membolehkan
sterilisasi lelaki/wanita dengan alasan medis. Sterilisasi baik untuk lelaku
(vasektomi), maupun untuk wanita (tubektomi) menurut Islam pada dasarnya haram
(dilarang). IUD hukumnya masih belum jelas, dan apabila hukumnya belum jelas
maka harus dihindari karena masih ada cara lain. Pandangan yang mengharamkan
IUD dikarenakan IUD bersifat aborsi bukan kontrasepsi.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. Mahjuddin,
Masailul Fiqhiyah : Berbagai Kasus yang dihadapi “Hukum Islam” Masa kini, (Jakarta
: Kalam Mulia, 2003)
Fide H. Isngadi, Penjelasan
keputusan musyawarah ulama terbatas mengenai keluarga berencana, (Malang:
inspeksi penerangan Kandepag, 1973)
Masjfuk Zuhdi, Masail
Fiqhiyah, (Jakarta: Gunung Agung, 1997)
Persis Mary Hamilton, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, (Jakarta: EGC, 1995)
Safrudin, Kebidanan
Komunitas, (Jakarta: EGC, 2009)
Sulistyowati Irianto, Perempuan dan Hukum: Menuju Hukum yang Berperspektif Kesetaraan dan
Keadilan, (Jakarta: Obor, 2008)
Tan Hoan Tjay, Obat-obat
Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek Sampingnya, (Jakarta, Elex MEdiaa,
2007)
http://multazam-einstein.blogspot.com/2013/01/hukum-kb-sterilisasi-serta-iud.html
[1] Masjfuk Zuhdi, Masail
Fiqhiyah, (Jakarta: Gunung Agung, 1997), h.67
[2] ibid
[3] Tan Hoan Tjay, Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek
Sampingnya, (Jakarta, Elex MEdiaa, 2007), h. 714
[4] Ibid, h. 68
[5] Fide H. Isngadi, Penjelasan keputusan musyawarah ulama terbatas
mengenai keluarga berencana, (Malang: inspeksi penerangan Kandepag, 1973), hlm.
19-24
[6] http://multazam-einstein.blogspot.com/2013/01/hukum-kb-sterilisasi-serta-iud.html
[7] Masjfuk Zuhdi, opcit, h.76
[8] Drs. H. Mahjuddin, Masailul
Fiqhiyah : Berbagai Kasus yang dihadapi “Hukum Islam” Masa kini, (Jakarta :
Kalam Mulia, 2003), h. 68.
[9] http://www.abdulhelim.com/2012/06/sterilisasi-dalam-perspektif-hukum.html
[10] ibid
[11] http://www.tundakehamilan.com/product_iud.html
[12] Safrudin, Kebidanan
Komunitas, (Jakarta: EGC, 2009) h. 187
No comments:
Post a Comment