Saturday, April 11, 2015

Sterilisasi dan IUD dalam Pandangan Islam

STERILISASI DAN IUD DALAM PANDANGAN ISLAM
Oleh: Fitria Rosdiana, Lisdianti, dan Supandi
A.      Latar Belakang
Pada dasarnya Islam menyukai banyaknya keturunan di kalangan umatnya. Namun, Islam pun mengizinkan kepada setiap muslim untuk mengatur keturunan apabila didorong oleh alasan kuat. Hal yang masyhur digunakan pada zaman rasulullah untuk mengatur kelahiran adalah dengan azl. Sekarang lazim dikenal dengan pengaturan kelahiran atau Keluarga Berencana (KB).
Ada berbagai pertimbangan yang harus diperhatikan dalam berkeluarga termasuk mengenai perencanaan tentang pengaturan jumlah anak (KB), agar dapat menghasilkan keturunan yang berkualitas, diantaranya terpenuhi pendidikan, ekonomi dan mempertimbangkan kesehatan si ibu, memelihara jiwa dan melindunginya dari berbagai ancaman berarti memelihara eksistensi kehidupan umat manusia.
Namun adakalanya, tidak semua orang merasa senang dan bahagia dengan setiap kelahiran yang tidak direncanakan, karena faktor kemiskinan, hubungan di luar nikah dan alasan-alasan lainnya. Dan tidak semua orang nyaman atau cocok dengan alat kontrasepsi yang telah dibenarkan dalam Islam. Terkadang orang hanya memikirkan cara yang instan yang dapat menghindarinya dari mempunyai keturunan. Sesuai dengan kemajuan peradaban, ilmu pengetahuan dan teknologi, telah banyak hadir alat yang dapat menghidari seseorang dari mempunyai keturunan. Oleh sebab itu, penulis akan membahas “Sterilisasi dan IUD dalam Perspektif Islam.”



B.      Pengertian Sterilisasi dan IUD
1.       Sterilisasi
Steriliisasi ialah memandulkan lelaki atau wanita dengan jalan operasi (pada umumnya) agar tidak dapat menghasilkan keturunan. Sterilisasi berbeda dengan cara-cara/alat-alat kontrasepsi lainnya yang pada umumnya hanya bertujuan menghindari/menjarangkan kehamilan untuk sementara waktu saja. Sedangkan sterilisasi ini. Sekalipun secara teori orang yang disterilisasikan masih bisa dipulihkan lagi (reversable), tetapi para ahli kedokteran mengakui harapan tipis sekali untuk bisa berhasil.[1]
Sterilisasi pada lelaki disebut vasektomi atau vas ligation. Caranya ialah memotong saluran mani (vas deverens) kemudian kedua ujungnya diikat, sehingga sel sperma tidak dapat mengalir keluar penis (urethra). Sterilisasi lelaki termasuk operasi ringan tidak memerlukan perawatan di rumah sakit dan tidak mengganggu kehidupan seksual. Lelaki tidak kehilangan sifat kelakiannya karena operasi. Nafsu seks dan potensi lelaki tetap, wan waktu melakukan koitus, terjadi pula ejakulasi, tetapi yang terpancar hanya semacam lendir yang tidak mengandung sel sperma.[2]
Lelaki yang disterilisasikan itu testis-nya masih tetap berfungsi, sehingga lelaki masih mempunyai semua hormon yang diperlukan, juga kepuasan seks tetap sebagaimana biasa, demikian pula kelenjar-kelenjar yang membuat cairan putih tidak berubah sehingga pada waktu puncak kenikmatan seks (orgasme), cairan putih masih keluar dari penis.[3]
Sterilisasi  pada wanita disebut tubektomi atau tubal ligation. Caranya ialah dengan memotong kedua saluran sel telur (tuba palupii) dan menutup kedua-duanya, sehingga sel telur tidak dapat keluar dan sel sperma tidak dapat pula masuk bertemu dengan sel telur, sehingga tidak terjadi kehamilan.
2.       IUD                          
Orang pertama-tama menciptakan IUD, ialah Richter dari Polandia pada tahun 1909. Kemudian Grafenberg dari Jerman pada tahun 1929. Bentuknya seperti cincin dari logam dan dikelilingi dengan benang sutera. Karena banyak terjadi infeksi pada waktu itu, maka metode ini ditinggalkan. Kemudian akhir-akhir ini dengan memakai bahan plastik seperti polithelene, metode IUD ini dikembangkan dan disempurnakan, baik mengenai bentuknya maupun mengenai bahannya sesuai dengan kemajuan teknologi. Dan dari hasil percobaan-percobaan/pengalaman-pengalaman, ternyata IUD sebagai alat kontrasepsi sangat efektif (kegagalan menurut Prof. Hanifa Wiknyosastro hanya 1 – 1,5% dan survai di Malang 4% yang gagal dari IUD).
IUD dipasang 2 atau 3 hari sesuah haid atau 3 bulan sesudah melahirkan dan pemasangannya harus dilakukan oleh tenaga yang telah terlatih, serta perlu adanya kontrol sesudah pemasangan. Dengan alat IUD ini bisa timbul side effect atau komplikasi, seperti pendarahan, mules-mules. Alat keluar spontan, tetapi tidak bahaya.
C.      Dasar Hukum
          1.       Alquran
Ÿwur ß#ø)s? $tB }§øŠs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ íOù=Ïæ 4 ¨bÎ) yìôJ¡¡9$# uŽ|Çt7ø9$#ur yŠ#xsàÿø9$#ur @ä. y7Í´¯»s9'ré& tb%x. çm÷Ytã Zwqä«ó¡tB ÇÌÏÈ  
Artinya : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra’: 36)
          2.       Hadist


Bersabda Rasulullah SAW, “Janganlah laki-laki melihat aurat laki-laki lain dan janganlah bersentuhan seorang laki-laki dengan laki-laki lain di bawah sehelai selimut, dan tidak pula seorang wanita dengan wanita lain di bawah satu kain (selimut).” (Hadits riwayat Ahmad, Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi)
D.      Sterilisasi dan IUD dalam Pandangan Islam
1.       Sterilisasi
Sterilisasi baik untuk lelaki (vasektomi) maupun untuk wanita (tubektomi) sama dengan abortus, bisa berakibat kemandulan, sehingga yang bersangkutan tidak lagi mempunyai keturunan. Karena itu, International Planned Parenthood Federation (IPPF) tidak menganjurkan kepada negara-negara anggotanya termasuk Indonesia untuk melaksanakan sterilisasi sebagai alat/cara kontrasepsi, IPPF hanya menyerahkan kepada negara-negara anggotanya untuk memilih cara/alat kontrasepsi mana yang dianggap cocok dan baik untuk masing-masing. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia secara resmi tidak pernah menganjurkan rakyat Indonesia untuk melaksanakan KB, karena melihat akibat sterilisasi (pemandulan seterusnya) dan menghormati aspirasi umat Islam di Indonesia.
Islam hanya membolehkan sterilisasi lelaki/wanita karena semata-mata alasan medis. Selain alasan medis, seperti banyak anak atau kemiskinan tidak dapat dijadikan alasan untuk sterilisasi. Tetapi ia dapat menggunakan cara-cara/alat-alat kontrasepsi yang diizinkan oleh Islam, seperti kondom, oral pill, vagina tablet, vagina pasta, dan sebagainya.
Sterilisasi baik untuk lelaku (vasektomi), maupun untuk wanita (tubektomi) menurut Islam pada dasarnya haram (dilarang), karena ada beberapa hal yang prinsipal, ialah:[4]
1.       Sterilisasi (vasektomi/tubektomi) berakibat pemandulan tetap. Al ini bertentangan dengan tujuan pokok perkawinan menurut Islam, yakni perkawinan lelaki dan wanita selain bertujuan untuk mendapatkan kebahagiaan suami istri dalam hidupnya di dunia dan di akhirat, juga untuk mendapatkan keturunan yang sah yang diharapkan menjadi anak yang sholeh sebagai penerus cita-citanya.
2.       Mengubah ciptaan Tuhan dengan jalan memotong dan menghilangkan sebagian tubuh yang sehat dan berfungsi (saluran mani/telur)
3.      Melihat aurat orang lain (aurat besar)
Pada prinsipnya Islam melarang orang melihat aurat orang lain, meskipun sama jenis kelaminnya. Tetapi apabila suami isteri dalam keadaan yang sangat terpaksa (darurat/emergency), seperti untuk menghindari penurunan penyakit dari bapak/ibu terhadap anak keturunannya yang bakal lahir, atau terancamnya jiwa si ibu bla ia mengandung atau melahirkan bayi, maka sterilisasi diperbolehkan oleh Islam. Hal ini berdasarkan kaidah hukum Islam yang menyatakan:

Artinya : Keadaan darurat itu membolehkan hal-hal yang dilarang.
Apabila melihat aurat itu diperlukan untuk kepentingan medis (pemeriksaan kesehatan, pengobatan, operasi, dan sebagainya), maka sudah tentu Islam membolehkan, karena keadaan semacam ini sudah sampai ke tingkat darurat, sehingga tanpa ada pembatasan aurat kecil atau besar, asal benar-benar diperlukan untuk kepentingan medis dan melihat sekadarnya saja atau seminimal mungkin. Hal ini berdasarkan kaidah hukum Islam yang menyatakan:


Artinya : Sesuatu yang diperbolehkan karena terpaksa, adalah menurut kadar halangannya.
2.       IUD
IUD menurut pandangan Islam fatwa hukum dari ulama dan cendikiawan muslim di Indonesia dalam Musyawarah ulama terbatas mengenai “KB dipandang dari hukum syariat islam” pada bulan juni 1972 yang memutuskan bahwa,  “pemakaian IUD dan sejenisnya tidak dapat dibenarkan, selama masih ada obat-obat dan alat-alata lain, karena untuk pemasanaganya atau pengontrolanya harus dilakukan dengan melihat aurat besar wanita, hal ini diharamkan dalam syariat islam, kecuali dalam keadaan dorurot”.[5] Kemudian musyawarah ulama nasional tentang kependudukan, kesehatan, dan pembangunan memutuskan antara lain “penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim (IUD) dalam pelaksanaan KB dapat dibenarkan jika pemasangan dan pengontrolanya dilakukan oleh tenaga medis atau para medis wanita, atau jika terpaksa dapat juga dilakukan oleh tenaga medis pria dengan didampingi oleh suami atau wanita lain”.[6]
Menghadapi hal-hal tersebut, yang kesemuanya masih bersifat subhat atau mutasyabihat artinya yang masih belum jelas hukumnya, kita harus bersikap hati-hati selama cara kerja IUD belum jelas. Sepenuhnya ditandai dengan adanya perbedaan pendapat dikalangna ahli kedokteran yang tidak bisa dikompromikan hingga sekarang. Tentang mekanisme IUD dan sifatnya apakah abortif atau kontraseptif. maka IUD sebagai alat kontraseptif tidak digunakan oleh islam kecuali benar-benar dalam keadaan darurat.[7]
E.       Motivasi dan Cara Pelaksanaanya
Dilaksanakan sterilisasi karena dilandasi oleh beberapa factor antara lain :
a.       Indikasi Medis; yaitu dilakukan pada wanita yang mengidap penyakit yang dianggap berbahaya baginya dan apabila anaknya apabila hamil
b.       Sosio Ekonomi; yaitu dilakukan, karena suami istri tidak sanggup memenuhi kewajiban bila mereka melahirkan anak, karena terlalu miskin.
c.       Permintaan sendiri; yaitu dilakukan karena permintaan oleh yang bersangkutan, meskipun ia tergolong mampu ekonominya. Karena mungkin istri atau suaminya ingin mengarahkan kegiatannya yang lebih banyak di luar rumah tangganya, maka ia tidak ingin mempunyai anak.[8]
Ada beberapa cara yang sering dilakukan dalam proses strelisasi wanita; antara lain:[9]
a.       Cara Radiasi; yaitu merusak ovarium, sehingga tidak dapat lagi menghasilkan hormon-hormon, yang mengakibatkan wanita menjadi menupause
b.       Cara Operatif, yang terdiri dari beberapa teknik, antara lain:
1)      Ovarektomi; yaitu mengangkat atau memiringkan kedua ovarium, yang efeknya sama dengan cara radiasi;
2)      Tubektomi, yaitu mengangkat seluruh tuba agar wanita tidak bisa hamil lagi, karena saluran tersebut sudah bocor.
3)        Ligasi Tuba; yaitu mengikat tuba, sehingga tidak dapat lagi dilewati ovum (sel-sel telur).
4)     Cara Penyumbatan Tuba, yaitu menggunakan zat-zat kimia untuk menyumbat lubang tuba, dengan teknik suntikan.
Mengenai cara yang biasa dilakukan dalam proses sterilisasi pria, adalah vasektomi; dengan teknik membedah dan membuka vas (bagian dalam buah pelir), kemudian diikat atau dijepit, agar tidak dilewati lagi sperma.[10]
Sedangkan cara kerja IUD yaitu  IUD Andalan akan mencegah pelepasan sel telur sehingga tidak akan terjadi pembuahan. Selain itu mengurangi mobilitas sperma agar tidak dapat membuahi sel telur serta mencegah sel telur yang telah dibuahi menempel pada dinding rahim.[11] Waktu penggunaannya 10 tahun. Tingkat keberhasilannya 99%. Keuntungannya adalah praktis dan ekonomis, angka kegagalan kecil, kesuburan segera kembali ketika alat itu dikeluarkan, tidak mengganggu pemberian ASI. Sementara kerugiannya yaitu dapat keluar sendiri jika tidak cocok dengan ukuran rahim.[12]
F.       Kesimpulan
Steriliisasi ialah memandulkan lelaki atau wanita dengan jalan operasi (pada umumnya) agar tidak dapat menghasilkan keturunan. Sterilisasi pada lelaki disebut vasektomi atau vas ligation. Caranya ialah memotong saluran mani (vas deverens) kemudian kedua ujungnya diikat, sehingga sel sperma tidak dapat mengalir keluar penis (urethra). Sterilisasi  pada wanita disebut tubektomi atau tubal ligation. Caranya ialah dengan memotong kedua saluran sel telur (tuba palupii) dan menutup kedua-duanya, sehingga sel telur tidak dapat keluar dan sel sperma tidak dapat pula masuk bertemu dengan sel telur, sehingga tidak terjadi kehamilan.
IUD diciptakan oleh Richter dari polandia pada tahun 1909 dan kemudian oleh Grafenberg dari Jerman pada tahun 1929. Pada awalnya bentuk IUD seperti cincin dari logam dan dikelilingi benang sutera, kemudian sesuai dengan perkembangan zaman metode IUD dikembangkan dan disempurnakan kembali, baik dari bentuk maupun bahannya. IUD dipasang dua atau tiga hari sesudah haid atau tiga bulan sesudah melahirkan dan pemasangannya harus dilakukan oleh tenaga terlatih.
Islam hanya membolehkan sterilisasi lelaki/wanita dengan alasan medis. Sterilisasi baik untuk lelaku (vasektomi), maupun untuk wanita (tubektomi) menurut Islam pada dasarnya haram (dilarang). IUD hukumnya masih belum jelas, dan apabila hukumnya belum jelas maka harus dihindari karena masih ada cara lain. Pandangan yang mengharamkan IUD dikarenakan IUD bersifat aborsi bukan kontrasepsi.





















DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah : Berbagai Kasus yang dihadapi “Hukum Islam” Masa kini, (Jakarta : Kalam Mulia, 2003)
Fide H. Isngadi, Penjelasan keputusan musyawarah ulama terbatas mengenai keluarga berencana, (Malang: inspeksi penerangan Kandepag, 1973)
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: Gunung Agung, 1997)
Persis Mary Hamilton, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, (Jakarta: EGC, 1995)
Safrudin, Kebidanan Komunitas, (Jakarta: EGC, 2009)
Sulistyowati Irianto, Perempuan dan Hukum: Menuju Hukum yang Berperspektif Kesetaraan dan Keadilan, (Jakarta: Obor, 2008)
Tan Hoan Tjay, Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek Sampingnya, (Jakarta, Elex MEdiaa, 2007)
http://multazam-einstein.blogspot.com/2013/01/hukum-kb-sterilisasi-serta-iud.html


[1] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: Gunung Agung, 1997), h.67
[2] ibid
[3] Tan Hoan Tjay, Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek Sampingnya, (Jakarta, Elex MEdiaa, 2007), h. 714
[4] Ibid, h. 68
[5] Fide H. Isngadi, Penjelasan keputusan musyawarah ulama terbatas mengenai keluarga berencana, (Malang: inspeksi penerangan Kandepag, 1973), hlm. 19-24
[6] http://multazam-einstein.blogspot.com/2013/01/hukum-kb-sterilisasi-serta-iud.html
[7] Masjfuk Zuhdi, opcit, h.76
[8] Drs. H. Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah : Berbagai Kasus yang dihadapi “Hukum Islam” Masa kini, (Jakarta : Kalam Mulia, 2003), h. 68.
[9] http://www.abdulhelim.com/2012/06/sterilisasi-dalam-perspektif-hukum.html
[10] ibid
[11] http://www.tundakehamilan.com/product_iud.html
[12] Safrudin, Kebidanan Komunitas, (Jakarta: EGC, 2009) h. 187

No comments: