BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang sosial
ekonomi profesi seorang guru kebanyakan kalangan menengah ke bawah. Sulit kita
menemui atau masih sedikit daya yang menyebutkan kalangan sosial ekonomi
menengah ke atas bersedia memilih bekerja sebagai guru. Profesi guru jelas
bukan profesi yang berkelas dengan gaji yang besar, bukan profesi yang enak dan
mengasyikkan. Status ini penuh beban moral dan sosial dengan apa yang
diucapkannya, baik itu dalam relasi sosialnya di sekolah maupun di luar
sekolah.
Dalam kehidupan
sehari-hari, masyarakat tidak pernah terlepas dari seorang guru. Peranan guru
sangat terasa oleh masyarakat. Guru merupakan seseorang yang sangat berjasa
dalam mendidik dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dimana guru harus dapat
memberi contoh dan teladan kepada murid serta masyarakat.
Guru adalah orang yang
memberikan pengetahuan kepada anak didik. Sementara anak didik adalah setiap
orang yang menerima pengaruh dari seseorangn atau sekelompok orang yang
menjalankan kegiatan pendidikan. Keduanya merupakan unsur paling vital di dalam
proses belajar-mengajar.[1]
Peranan guru sangat
mempengaruhi proses belajar mengajar. Peranan guru harus bisa mempengaruhi
murid dan membuat murid menjadi lebih baik. Dalam segi kognitif, afektif,
maupun psikomotorik. Guru harus mampu mempengaruhi kelakuan murid dan harus
bisa menjadi teladan bagi murid.
Guru memiliki cara
berbeda dalam menjalankan peranannya sebagai guru. Hal ini juga mempengaruhi
kelakuan murid terhadap guru itu sendiri. Oleh karena itu tak jarang murid
memperlakukan guru yang satu berbeda dengan guru yang lainnya.
Hal
ini yang perlu dibahas secara mendalam. Oleh karena itu penulis membuat makalah
yang berjudul “Peranan Guru dan Kelakuan Murid”.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Jenis-jenis hubungan guru murid
Guru merupakan seseorang yang sangat berjasa dalam hal
mencerdaskan kehidupan bangsa. Guru dipandang sebagai sumber keteladanan dan
dituntut berperilaku ideal secara normatif.
Peranan guru terhadap murid-muridnya merupakan peran
vital dari sekian banyak peran yang harus ia jalani. Hal ini dikarenakan
komunitas utama yang menjadi wilayah tugas guru adalah di dalam kelas untuk
memberikan keteladanan, pengalaman serta ilmu pengetahuan kepada mereka.
Seorang guru harus bisa menempatkan dirinya sebagai
seorang yang mempunyai kewibawaan dan otoritas tinggi, guru harus bisa
menguasai kelas dan bisa mengontrol anak didiknya. Hal ini sangat perlu guna
menunjang keberhasilan dari tugas guru yang bersangkutan yakni belajar dan
mengajar.[2]
Di dalam kelas, guru memiliki daya utama yang
menentukan norma-norma di dalam kelasnya dan otoritas guru sukar dibantah. Guru
menentukan apa yang harus dilakukan oleh murid agar ia belajar.[3]
Hal-hal yang bersifat pemaksaan kadang perlu digunakan demi tujuan di atas.
Misalnya pada saat guru menyampaikan materi belajar padahal waktu ujian sangat
mendesak, pada saat bersamaan ada seorang murid ramai sendiri sehingga
mengganggu suasana belajar mengajar di kelas, maka guru yang bersangkutan
memaksa anak tadi untuk diam sejenak sampai pelajaran selesai dengan cara
tertentu.
Tiap guru mempunyai hubungan yang berbeda menurut
pribadi dan situasi yang dihadapi. Untuk mempelajarinya dapat berpegang pada tipe-tipe
guru, misalnya guru yang otoriter yang menjaga jarak dengan murid dan guru yang
ramah, yang dekat dan akrab dengan muridnya. [4]
Guru yang otoriter tak mengizinkan anak melewati batas
atau jarak sosial tertentu. Guru itu tak ingin murid menjadi akrab dengan dia.
Juga dalam situasi rekreasi ia mempertahankan jarak. Guru tetap merasa berkuasa
dan berhak ditaati. Guru yang otoriter ini, yang mungkin dianggap kurang ramah
tiak akan diajak oleh murid-murid dalam kegiatan santai. Murid juga tidak akan
mudah membicarakan hal pribadi dengan dia. Jadi antara guru dan murid tidak
terdapat hubungan yang akrab.[5]
Guru dan murid saling menjaga jarak. Murid cenderung
takut untuk mendekati guru dan enggan berlama-lama dengan guru tersebut. murid
merasa tidak leluasa dan merasa terkekang dengan guru, karena murid tidak
nyaman dengan guru. Hal ini mempengaruhi kelakuan murid terhadap guru tersebut.
Sebaliknya guru yang ramah akan dekat dengan muridnya.
Murid-murid suka meminta dia turut serta dalam kegiatan rekreasi dan
membicarakan soal pribadi, namun mungkin dianggap kurang berwibawa. Murid
merasa nyaman dan senang berada di dekat guru. Murid cenderung semangat kepada
guru dan patuh terhadap guru, murid pun dengan senang hati membantu guru jika
guru dalam kesusahan dan senang jika murid diperlukan oleh guru tersebut.
Tipe guru yang murni, yang sepenuhnya otoriter dan sepenuhnya
ramah tentu tidak ada. Tiap guru akan mempunyai kedua sifat itu dalm taraf
tertentu. Akan tetapi kedua tipe itu dapat dijadikan analisis hubungan antara guru
dan murid. Peranan yang dijalankan oleh
guru dalam hubungan dengan muridnya akan mendekati salah satunya tipe itu dalam
taraf berbeda-beda. Respons murid terhadap peranan guru itu merupakan faktor
uatama yanag menentukn efektivitas guru. [6]
Tipe guru yang dominatif menguasai murid, menentukan,
mengatur kelakuan murid dan menginginkan murid seperti yang guru inginkan. Guru
ini sering mencampuri apa yang dilakukan murid dalam hal ini apat menimbulkan
konflik antara dia dan murid. Sebaliknya guru yang integratif membolehkan ank
untuk menentukan sendri apa yang disarankan oleh guru. Murid diajak berunding
dam merencanakan bersama apa yang dikerjakan untuk mencapai tujuan yang
ditentukan bersama.[7]
B.
Reaksi murid terhadap peranan guru
Pendidik dan peserta
didik merupakan dua jenis status yang dimiliki oleh manusia-manusia yang
memainkan peran fungsional dalam wilayah aktivitas yang terbingkai sebagai
dunia pendidikan.
Proses pendidikan banyak terjadi dalam interaksi
sosial anatara gurur dan murid. Sifat interaksi ini banyak bergantung pada
tindakan guru yang ditentukan natara lain oleh tipe peranan guru.
Reaksi murid yang berlainan terhadap tuntutan guru
yang kurang dikehendaki antara lain : mengganggu jalannya pelajaran dalam kelas
dan mengancam adanya perbedaan antara status guru dan murid.[8]
Dalam penelitian murid menyukai guru yang ramah, yang
paling sering turut serta dalam kegiatan rekreasi mereka, yang dapat
dipercayakan soal-soal pribadi, yang suka membantu dalam pelajaraan. Yang
kurang disukai ialah guru yang sering mencela, marah menggunakn sindiran, dll. Bila guru mencela dan mencap anak
sebagai murid yg bodoh, ia akan percaya bhwa ia bodoh. Konsep tentang dirinya selanjutnya
akan mempengaruhi prestasi belajarnya.
C.
Hubungan antara hasil belajar murid
dengan kelakuan guru
Untuk menilai efektivitas guru dalam mengajar dapat
diminta pendapat pemilik sekolah, kepala sekolah, dan juga murid. Walaupun
banyak aspek peranan guru dan murid yang tidak seimbang, konseptualisasi interaksi
antara guru dan murid berasumsi bahwa
murid dan guru saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain.
Aspek-aspek interaksi antara guru dan murid yang tampaknya mempengaruhi sikap
dan penampilan akademis murid terutama dalam hasil belajar murid.
Dalam suatu pelitian ternyata pertambahan pengetahuan
murid dalam pelajaran rendah korelasinya dengan taraf disukainya guru oleh
murid tersebut. Jadi guru yang di sukai, yang ramah, dll ternyata bukan guru yang
efektif dalam menyampaikan ilmu. Walaupun penelitian belum dapat di percaya sepenuhnya,
namun dapat memberi petunjuk bahwa guru yang baik tidak sebaik guru yang
otoriter dalam menambah ilmu pengetahuan murid dan menyelesaikan bahan yang di
tentukan kurikulum.[9]
Murid cenderung terlalu santai dan tidak semuanya
harus dari diri murid sendiri, terkadang dalam beberapa segi murid perlu
dipaksa dan di sikapi dengan tegas. Karena sifat murid cenderung malas-malasan
dan belum mengetahui pentingnya belajar, mereka cenderung suka bermain dan
bersenang-senang. Guru yang ramah, tidak ingin memaksa. Guru tersebut lebih
ingin murid belajar berdasarkan keinginan sendiri, tapi guru yang otoriter
cenderung memaksa sehingga mau tidak mau murid akan belajar.
BAB III
SIMPULAN
Peranan guru terhadap murid-muridnya merupakan peran
vital dari sekian banyak peran yang harus ia jalani. Seorang guru harus bisa
menempatkan dirinya sebagai seorang yang mempunyai kewibawaan dan otoritas
tinggi, guru harus bisa menguasai kelas dan bisa mengontrol anak didiknya. Hal
ini sangat perlu guna menunjang keberhasilan dari tugas guru yang bersangkutan
yakni belajar dan mengajar.
Tiap guru mempunyai hubungan yang berbeda menurut
pribadi dan situasi yang dihadapi. Untuk mempelajarinya dapat berpegang pada
tipe-tipe guru, misalnya guru yang otoriter yang menjaga jarak dengan murid dan
guru yang ramah, yang dekat dan akrab dengan muridnya. Tipe guru yang dominatif
menguasai murid, menentukan, mengatur kelakuan murid dan menginginkan murid
seperti yang guru inginkan. Sebaliknya guru yang integratif membolehkan ank
untuk menentukan sendri apa yang disarankan oleh guru.
Murid memiliki reaksi yang berbeda terhadap guru.
reaksi tersebut tergantung kepada cara guru memperlakukannya. Pengetahuan murid
dalam pelajaran rendah korelasinya dengan taraf disukainya guru oleh murid tersebut.
Jadi guru yang di sukai, yang ramah, dll ternyata bukan guru yang efektif dalam
menyampaikan ilmu.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Ravik Karsidi, Sosiologi
Pendidikan, (Surakarta : UNS Press, 2008)
Muhammad Riifa’i, Sosiologi
Pendidikan, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2011)
Prof.Dr.S.
Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta
: Bumi Aksara, 2004)
Prof.Dr.S. Nasution, Sosiologi
Pendidikan, (Bandung : Jemmars, 1983)
Sanapiah Faisal, Sosiologi Pendidikan, (Surabaya : Usaha
Nasional, 2010)
[1] Dr.
Ravik Karsidi, Sosiologi Pendidikan, (Surakarta
: UNS Press, 2008)h.63
[2] Ibid,
h.81
[3] Muhammad Riifa’i, Sosiologi Pendidikan, (Yogyakarta :
Ar-Ruzz Media, 2011)h. 103
[4]
Prof.Dr.S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara,
2004)h.115
[5] Prof.Dr.S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Bandung :
Jemmars, 1983)h. 130
[6] Ibid,
h.132
[7] ibid
[8] Sanapiah Faisal, Sosiologi
Pendidikan, (Surabaya : Usaha Nasional, 2010),h. 170
[9]
Prof.Dr.S. Nasution, opcit, h.118
No comments:
Post a Comment